Konsep Keperawatan Jiwa Pada Anak & Remaja, Dewasa & Lansia


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Proyek integrasi kesehatan jiwa di Puskesmas dan rumah sakit menunjukkan adanya kebutuhan pelayanan kesehatan jiwa yang lebih terkoordinasi dengan baik di semua unsur kesehatan. Hakekat pembangunan kesehatan merujuk pada penyelengaraan pelayanan kesehatan untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk.(Depkes RI, 2006).Pravelensi penderita Skizofrenia di Indonesia adalah 0,3 – 1 persen dan biasanya timbul pada usia sekitar 18-45 tahun namun ada juga yang baru berusia 11-12 tahun sudah menderita Skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa maka diperkirakan sekitar 2 juta jiwa menderita Skizofrenia, dimana sekitar 99% pasien di RS jiwa di Indonesia adalah penderita Skizofrenia. Gejala-gejala Skizofrenia mengalami penurunan fungsi / ketidakmampuan dalam menjalani hidupnya, sangat terlambat produktifitasnya dan nyaris terputus relasinya dengan orang lain. ( Arif, 2006).
Masalah keperawatan yang paling sering ditemukan di RS. Jiwa adalah perilaku kekerasan, halusinasi, menarik diri, harga diri rendah, waham, bunuh diri, ketergantungan napza, dan defisit perawatan diri. Dari delapan masalah keperawatan diatas akan mempunyai manifestasi yang berbeda, proses terjadinya masalah yang berbeda dan sehingga dibutuhkan penanganan yang berbeda pula. Ketujuh masalah itu dipandang sama pentingnya, antara masalah satu dengan lainnya. ( Depkes 2006). Sedangkan perilaku kekerasan sendiri adalah suatu keadaan dimanan seorang individu mengalami perilaku yang dapat melukai secara fisik baik terhadap diri / orang lain. (Townsend, 1998)
Walau demikian meskipun perilaku kekerasan kadang bernilai negative tapi tetap ada karena sebenarnya marah juga berguna yaitu untuk meningkatkan energi dan membuat seseorang lebih berfokus/bersemangat mencapai tujuan. Kamarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan akan mempersulit diri sendiri dan mengganggu hubungan intra personal.(Harnawatiaj,2008, 3,http://www.gaya hidup sehat online.com,27 januari 2008).
Hal ini melihat fenomena-fenomena diatas baik gejala yang muncul / akibat dari masalah itu sendiri yang akhirnya mengurangi produktifitas pasien. Untuk itu Askep yang professional pada pasien perilaku kekerasan sangat diharapkan oleh pasien atau keluarga.

B.     Rumusan Masalah
Adapun yang di permasalahkan dalam isi makalah ini adalah :
1.      Apa yang di maksud dengan konsep tumbuh kembang ?
2.      Apa yang di maksud dengan konsep keperawatan jiwa pada anak dan remaja
3.      Apa yang di maksud dengan jiwa pada dewasa dan lansia ?
4.      Bagaimanakah diagnose keperawatan jiwa pada anak dan remaja, dewasa dan lansia ?
5.      Bagaimanakah mengetahui intervensi diagnose keperawatan jiwa pada anak dan remaja, dewasa dan lansia ?
6.      Bagaimanakah analisis pemecahan masalah keperawatan jiwa pada anak dan remaja, dewasa dan lansia?
7.      Bagaimanakah strategi pemecahan masalaha keperawatan jiwa pada anak dan remaja, dewasa dan lansia ?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep keperawatan jiwa pada anak dan remaj, dewasa dan lansia
2.      Tujuan Khusus
1.      Untuk mengetahui konsep tumbuh kembang
2.      Untuk mengetahui konsep keperawatan jiwa pada anak dan remaja
3.      Untuk mengetahui konsep konsep keperawatan jiwa pada dewasa dan lansia
4.      Untuk mengetahui diagnose keperawatan jiwa pada anak dan remaja, dewasa dan lansia
5.      Untuk mengetahui intervensi diagnose keperawatan jiwa pada anak dan remaja, dewasa dan lansia
6.      Untuk mengetahui analisis pemecahan masalah keperawatan jiwa pada anak dan remaja, dewasa dan lansia
7.      Unruk mengetahui strategi pemecahan masalaha keperawatan jiwa pada anak dan remaja, dewasa dan lansia














\


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.                Konsep Tumbuh Kembang
Pertumbuhan (growth) adalah merupakan peningkatan jumlah dan besar sel di seluruh bagian tubuh selama sel-sel tersebut membelah diri dan mensintesis protein-protein baru, menghasilkan penambahan jumlah dan berat secara keseluruhan atau sebagian. Dalam pertumbuhan manusia juga terjadi perubahan ukuran, berat badan, tinggi badan, ukuran tulang dan gigi, serta perubahan secara kuantitatif  dan perubahan fisik pada diri manusia itu. Dalam pertumbuhan manusia terdapat peristiwa percepatan dan perlambatan. Peristiwa ini merupakan kejadian yang ada dalam setiap organ tubuh.
Pertumbuhan adalah suatu proses alamiah yang terjadi pada individu,yaitu secara bertahap,berat dan tinggi anak semakin bertambah dan secara simultan mengalami peningkatan untuk berfungsi baik secara kognitif, psikososial maupun spiritual ( Supartini, 2000).
Perkembangan (development) adalah perubahan secara berangsur-angsur dan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh, meningkatkan dan meluasnya kapasitas seseorang melalui pertumbuhan, kematangan atau kedewasaan (maturation), dan pembelajaran (learning). Perkembangan manusia berjalan secara progresif, sistematis dan berkesinambungan dengan perkembangan di waktu yang lalu. Perkembangan terjadi perubahan dalam bentuk dan fungsi kematangan organ mulai dari aspek fisik, intelektual, dan emosional. Perkembangan secara fisik yang terjadi adalah dengan bertambahnya sempurna fungsi organ. Perkembangan intelektual ditunjukan dengan kemampuan secara simbol maupun abstrak seperti berbicara, bermain, berhitung. Perkembangan emosional dapat dilihat dari perilaku sosial lingkungan anak.


1.      FAKTOR YANG MEMPENGARUHI  TUMBUH  KEMBANG
Setiap manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda-beda antara satu dengan manusia lainnya, bisa dengan cepat bahkan lambat, tergantung pada individu dan lingkungannya. Proses tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor di antaranya :
a.         Faktor heriditer/ genetik
Faktor heriditer Pertumbuhan adalah suatu proses alamiah yang terjadi pada individu, yaitu secara bertahap, berat dan tinggi anak semakin bertambah dan secara simultan mengalami peningkatan untuk berfungsi baik secara kognitif, psikososial maupun spiritual ( Supartini, 2000).
Merupakan faktor keturunan secara genetik dari orang tua kepada anaknya. Faktor ini tidak dapat berubah sepanjang hidup manusia, dapat menentukan beberapa karkteristik seperti jenis kelamin, ras, rambut, warna mata,  pertumbuhan fisik, dan beberapa keunikan sifat dan sikap tubuh seperti temperamen.
b.       Faktor Lingkungan/ eksternal
Lingkungan merupakan faktor yang mempengaruhi individu setiap hari mulai lahir sampai akhir hayatnya, dan sangat mempengaruhi tercapinya atau tidak potensi yang sudah ada dalam diri manusia tersebut sesuai dengan genetiknya.
c.    Faktor Status Sosial ekonomi
Status sosial ekonomi dapat berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Anak yang lahir dan dibesarkan dalam lingkungan status sosial yang tinggi cenderung lebih dapat tercukupi kebutuhan gizinya dibandingkan dengan anak yang lahir dan dibesarkan dalam status ekonomi yang rendah.
d.        Faktor nutrisi
Nutrisi adalah salah satu komponen penting dalam menunjang kelangsungan proses tumbuh kembang. Selama masa tumbuh kembang, anak sangat membutuhkan zat gizi seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin, dan air. Apabila kebutuhan tersebut tidak di penuhi maka proses tumbuh kembang selanjutnya dapat terhambat.
e.       Faktor kesehatan
Status kesehatan dapat berpengaruh pada pencapaian tumbuh kembang. Pada anak dengan kondisi tubuh yang sehat, percepatan untuk tumbuh kembang sangat mudah. Namun sebaliknya, apabila kondisi status kesehatan kurang baik, akan terjadi perlambatan.
2.      CIRI PROSES TUMBUH KEMBANG
Menurut Soetjiningsih, tumbuh kembang anak dimulai dari masa konsepsi sampai dewasa memiliki ciri-ciri tersendiri yaitu :
*      Tumbuh kembang adalah proses yang kontinyu sejak konsepsi sampai maturitas (dewasa) yang dipengaruhi oleh faktor bawaan daan lingkungan.
*      Dalam periode tertentu terdapat percepatan dan perlambatan dalam proses tumbuh kembang pada setiap organ tubuh berbeda.
*      Pola perkembangan anak adalah sama, tetapi kecepatannya berbeda antara anak satu dengan lainnya.
*      Aktivitas seluruh tubuh diganti dengan respon tubuh  yang khas oleh setiap organ.
Secara garis besar menurut Markum (1994) tumbuh kembang dibagi menjadi 3 yaitu:
a.       Tumbuh kembang fisis
Tumbuh kembang fisis meliputi perubahan dalam ukuran besar dan fungsi organisme atau individu. Perubahan ini bervariasi dari fungsi tingkat molekuler yang sederhana seperti aktifasi enzim terhadap diferensi sel, sampai kepada proses metabolisme yang kompleks dan perubahan bentuk fisik di masa pubertas.
b.      Tumbuh kembang intelektual
Tumbuh kembang intelektual berkaitan dengan kepandaian berkomunikasi dan kemampuan menangani materi yang bersifat abstrak dan simbolik, seperti bermain, berbicara, berhitung, atau membaca.
c.       Tumbuh kembang emosional
Proses tumbuh kembang emosional bergantung pada kemampuan bayi umtuk membentuk ikatan batin, kemampuan untuk bercinta kasih.
3.      TAHAP-TAHAP TUMBUH KEMBANG MANUSIA
Tahap-tahap tumbuh kembang pada manusia adalah sebagai berikut :
*      Neonatus (bayi lahir sampai usia 28 hari)
Dalam tahap neonatus ini bayi memiliki kemungkinan yang sangat besar tumbuh dan kembang sesuai dengan tindakan yang dilakukan oleh orang tuanya. Sedangkan perawat membantu orang tua dalam memenuhi kebutuhan tumbuh kembang bayi yang masih belum diketahui oleh orang tuanya.
*      Bayi (1 bulan sampai 1 tahun)
Dalam tahap ini bayi memiliki kemajuan tumbuh kembang yang sangat pesat. Bayi pada usia 1-3 bulan mulai bisa mengangkat kepala,mengikuti objek pada mata, melihat dengan tersenyum dll. Bayi pada usia 3-6 bulan mulai bisa mengangkat kepala 90°, mulai bisa mencari benda-benda yang ada di depan mata dll. Bayi usia 6-9 bulan mulai bisa duduk tanpa di topang, bisa tengkurap dan berbalik sendiri bahkan bisa berpartisipasi dalam bertepuk tangan dll. Bayi usia 9-12 bulan mulai bisa berdiri sendiri tanpa dibantu, berjalan dengan dtuntun, menirukan suara dll. Perawat disini membantu orang tua dalam memberikan pengetahuan dalam mengontrol perkembangan lingkungan sekitar bayi agar pertumbuhan psikologis dan sosialnya bisa berkembang dengan baik.
*      Todler (usia 1-3 tahun)
Anak usia toddler ( 1 – 3 th ) mempunyai sistem kontrol tubuh yang mulai membaik, hampir setiap organ mengalami maturitas maksimal. Pengalaman dan perilaku mereka mulai dipengaruhi oleh lingkungan diluar keluarga terdekat, mereka mulai berinteraksi dengan teman, mengembangkan perilaku/moral secara simbolis, kemampuan berbahasa yang minimal. Sebagai sumber pelayanan kesehatan, perawat berkepentingan untuk mengetahui konsep tumbuh kembang anak usia toddler guna memberikan asuhan keperawatan anak dengan optimal.
*      Pra Sekolah (3-6 tahun)
Anak usia pra sekolah adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun ( Wong, 2000), anak usia prasekolah memiliki karakteristik tersendiri dalam segi pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam hal pertumbuhan, secara fisik anak pada tahun ketiga terjadi penambahan BB 1,8 s/d 2,7 kg dan rata-rata BB 14,6 kg.penambahan TB berkisar antara 7,5 cm dan TB rata-rata 95 cm.
Kecepatan pertumbuhan pada tahun keempat hampir sama dengan tahun sebelumnya.BB mencapai 16,7 kg dan TB 103 cm sehingga TB sudah mencapai dua kali lipat dari TB saat lahir. Frekuensi nadi dan pernafasan turun sedikit demi sedikit. Pertumbuhan pada tahun kelima sampai akhir masa pra sekolah BB rata-rata mencapai 18,7 kg dan TB 110 cm, yang mulai ada perubahan adalah pada gigi yaitu kemungkinan munculnya gigi permanent ssudah dapat terjadi.
*      Usia sekolah (6-12 tahun)
Kelompok usia sekolah  sangat dipengaruhi oleh teman sebayanya. Perkembangan fisik, psikososial, mental anak meningkat. Perawat disini membantu memberikan waktu dan energi agar anak dapat mengejar hoby yang sesuai dengan bakat yang ada dalam diri anak tersebut.
*      Remaja ( 12-18/20 tahun)
Perawat membantu para remaja untuk pengendalian emosi dan pengendalian koping pada jiwa mereka saat ini dalam menghadapi konflik.
*      Dewasa muda (20-40 tahun)
Perawat disini membantu remaja dalam menerima gaya hidup yang mereka pilih, membantu dalam penyesuaian diri, menerima komitmen dan kompetensi mereka, dukung perubahan yang penting untuk kesehatan.
*      Dewasa menengah (40-65 tahun)
Perawat membantu individu membuat perencanaan sebagai antisipasi terhadap perubahan hidup, untuk menerima faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kesehatan dan fokuskan perhatian individu pada kekuatan, bukan pada kelemahan.
*      Dewasa tua
Perawat membantu individu untuk menghadapi kehilangan (pendengaran, penglihatan, kematian orang tercinta).

B.                 Konsep Keperawatan Jiwa Pada Anak Dan Remaja
Masalah masalah psikologis yang dialami pada masa kanak – kanak dan remaja merujuk pada usia dan kebudayaan. Dimana perilaku yang dianggap normal pada anak –anak bisa saja tidak normal pada orang dewasa, contohnya malu dan takut pada sesuatu hal. Takut terhadap tempat gelap akan dirasa wajar bila itu yang mengalami pada anak anak namun akan tidak wajar bila itu yang mengalami seseorang yang telah dewasa. Keyakinan keyakinan budaya membantu menentukan apakah orang – orang melihat perilaku tertentu sebagai normal atau abnormal. Orang – orang yang hanya mendasarkan pada normalitas pada standart yang berlaku pada budaya mereka saja akan beresiko menjadi etnocentris ketika mereka memandang tingkah laku orang lain dalam budaya yang berbeda sebagai abnormal. Perilaku abnormal pada anak – anak bergantung pada definisi orang tua mereka yang dipandang dari kacamata budaya tertentu.
Gangguan perilaku juga ditandai dengan pola tingkah laku yang berulang dimana hak dasar orang lain terganggu. Meskipun beberapa anak lebih bertingkah laku baik dibandingkan dengan yang lainnya, anak yang berulangkali dan terus-menerus melanggar peraturan dan hak orang lain dimana dengan cara yang tidak sesuai dengan usia mereka memiliki gangguan perilaku. Masalah tersebut biasanya dimulai pada masa kanak-kanak akhir atau awal remaja dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Penilaian pada perilaku harus melibatkan lingkungan sosial anak tersebut ke dalam catatan. Penyimpangan perilaku terjadi oleh anak sewaktu adaptasi dengan kehidupan di daerah peperangan, tempat kerusuhan, atau lingkungan lain dengan stress tinggi bukan gangguan perilaku.
Gangguan prilaku ditandai dengan pola tingkah laku yang berulang dimana hak dasar orang lain terganggu. Meskipun beberapa anak lebih bertingkah laku baik dibandingkan dengan yang lainnya, anak yang berulangkali dan terus menerus melanggar peraturan dan hak orang lain dimana dengan cara yang tidak sesuai dengan usia mereka memiliki gangguan prilaku. Masalah tersebut biasanya dimulai pada masa kanak-kanak akhir atau awal remaja dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Penilaian pada prilaku harus melibatkan lingkungan sosial anak tersebut ke dalam catatan. Penyimpangan prilaku terjadi oleh anak sewaktu adaptasi dengan kehidupan di daerah peperangan, tempat kerusuhan, atau lingkungan lain dengan stress tinggi bukan gangguan prilaku.
1.      GEJALA
Pada umumnya, anak dengan gangguan prilaku adalah egois, tidak berhubungan baik dengan orang lain, dan kurang merasa bersalah. Mereka cenderung salah mengartikan perilaku orang lain sebagai ancaman dan bereaksi agresif. Mereka bisa terlibat dalam pengintimidasian, ancaman, dan sering berkelahi dan kemungkinan kejam terhadap binatang. Anak lain dengan gangguan prilaku merusak barang, khususnya dengan membakar. Mereka mungkin berdusta atau terlibat dalam pencurian. Melanggar peraturan dengan serius adalah biasa dan termasuk lari dari rumah dan sering bolos dari sekolah. Anak perempuan dengan gangguan prilaku lebih sedikit mungkin dibandingkan anak laki-laki untuk menjadi agresif secara fisik; mereka biasanya kabur, berbohong, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, dan kadangkala terlibat dalam pelacuran.
Sekitar separuh dari anak dengan gangguan prilaku menghentikan prilakunya ketika dewasa. Anak yang lebih kecil ketika gangguan prilaku mulai, lebih mungkin akan melanjutkan prilakunya. Orang dewasa yang tetap berprilaku seperti itu seringkali menghadapi masalah hukum , secara kronis mengganggu hak orang lain, dan seringkali didiagnosa dengan gangguan kepribadian anti sosial.



2.      KLASIFIKASI GANGGUAN PERILAKU
a.       Gangguan Perkembangan Pervasif
Ditandai dengan masalah awal pada tiga area perkembangan utama: perilaku, interaksi sosial, dan komunikasi. Gangguan ini terdiri dari :
1)      Autisme
Adalah kecenderungan untuk memandang diri sendiri sebagai pusat dari dunia, percaya bahwa kejadian – kejadian eksternal mengacu pada diri sendiri. Dicirikan dengan gangguan yang nyata dalam interaksi sosial dan komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas (Johnson, 1997). Gejala-gejalanya meliputi kurangnya respon terhadap orang lain, menarik diri dari hubungan sosial, dan respon yang aneh terhadap lingkungan seperti mengepakkan tangan, bergoyang-goyang, dan memukul-mukulkan kepala.
2)      Reterdasi Mental
Muncul sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan fungsi intelektual secara signifikan berada dibawah rata-rata (mis., IQ dibawah 70) dan keterbatasan terkait dalam dua bidang keterampilan adaptasi atau lebih (mis., komunikasi, perawatan diri, aktivitas hidup sehari-hari, keterampilan sosial, fungsi dalam masyarakat, pengarahan diri, kesehatan dan keselamatan, fungsi akademis, dan bekerja.
3)      Gangguan perkembangan spesifik
Dicirikan dengan keterlambatan perkembangan yang mengarah pada kerusakan fungsional pada bidang-bidang dan mempengaruhi tahap perkembangan selanjutnya,
3.      FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSEP KEPERAWATAN JIWA PADA ANAK DAN REMAJA
a.       Faktor-faktor psikobiologik.
Faktor-faktor psikobilogik biasanya akibat :
*      Riwayat genetika keluarga yang terjadi pada kasus retardasi mental, autisme, skizofrenia kanak-kanak, gangguan perilaku, gangguan bipolar, dan gangguan ansietas atau kecemasan.
*       Struktur otak yang tidak normal. Penelitian menemukan adanya abnormalitas struktur otak dan perubahan neurotransmitter pada pasien yang menderita autisme, skizofrenia kanak-kanak, dan ADHD.
*      Pengaruh pranatal, seperti infeksi pada saat di kandungan ibu, kurangnya perawatan pada masa bayi dalam kandungan, dan ibu yang menyalahgunakan zat, semuanya dapat menyebabkan perkembangan saraf yang abnormal yang  berkaitan dengan gangguan jiwa. Trauma kelahiran yang berhubungan dengan berkurangnya suplai oksigen pada janin saat dalam kandungan yang sangat signifikan dan menyebabkan terjadinya retardasi mental dan gangguan perkembangan saraf lainnya.
*      Penyakit kronis atau kecacatan dapat menyebabkan kesulitan koping bagi anak.
b.      Dinamika keluarga.
Dinamika keluarga yang tidak sehat dapat mengakibatkan perilaku menyimpang yang dapat digambarkan sebagai berikut :
*      Penganiayaan anak. Anak yang terus-menerus dianiaya pada masa kanak-kanak awal, perkembangan otaknya menjadi terhambat (terutama otak kiri). Penganiayaan dan efeknya pada perkembangan otak berkaitan dengan berbagai masalah psikologis, seperti depresi, masalah memori, kesulitan belajar, impulsivitas, dan kesulitan dalam membina hubungan (Glod, 1998).
*      Disfungsi sistem keluarga (misal kurangnya sifat pengasuhan orang tua pada anak, komunikasi yang buruk) disertai dengan keterampilan koping yang tidak baik antaranggota keluarga dan model peran yang buruk dari orang tua. Sehingga menyebabkan gangguan pada perkembangan anak dan remaja.
c.       Faktor lingkungan.
Lingkungan dan kehidupan sosial yang tidak menguntungkan akan menjadi penyebab utama pula, seperti :
*      Kemiskinan.
Perawatan pranatal yang buruk, nutrisi yang buruk, dan kurang terpenuhinya kebutuhan akibat pendapatan yang tidak mencukupi dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan dan perkembangan normal anak.
*      Tunawisma.
Anak-anak tunawisma memiliki berbagai kebutuhan kesehatan yang memengaruhi perkembangan emosi dan psikologi mereka. Berbagai penelitian menunjukkan adanya peningkatan angka penyakit ringan kanak-kanak, keterlambatan perkembangan dan masalah psikologis diantara anak tunawisma ini bila dibandingkan dengan sampel kontrol (Townsend, 1999).
*      Budaya keluarga.
Perilaku orang tua yang secara dramatis berbeda dengan budaya sekitar dapat mengakibatkan kurang diterimanya anak-anak oleh teman sebaya dan masalah psikologik.

C.    Konsep Keperawatan Jiwa Pada Dewasa dan Lansia
Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti died dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi  menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.
Lansia adalah seseorang yang lebihdari 75 tahun
1.      Masalah Kesehatan Lansia
Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)
Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia. Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.
Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :
a.       Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
b.      Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
c.        Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila : Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain).
Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain
Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dan sebagainya. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.
2.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Jiwa Lansia
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia.
Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
a.       Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.
b.      Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya.
    Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
c.       Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.
d.      Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
  Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
3.      Penyakit Psikiatris
Gangguan yang paling banyak diderita adalah gangguan depresi, demensia, fobia, dan gangguan terkait penggunaan alkohol. Lansia dengan usia di atas 75 tahun juga beresiko tinggi melakukan bunuh diri. Banyak gangguan mental pada lansia dapat dicegah, diperbaiki, bahkan dipulihkan.
a.       Gangguan demensia
Faktor resiko demensia yang sudah diketahui adalah usia, riwayat keluarga, dan jenis kelamin wanita. Perubahan khas pada demensia terjadi pada kognisi, memori, bahasa, dan kemampuan visuospasial, tapi gangguan perilaku juga sering ditemui, termasuk agitasi, restlessness, wandering, kemarahan, kekerasan, suka berteriak, impulsif, gangguan tidur, dan waham.
b.      Gangguan depresi
Gejala yang sering muncul pada gangguan depresif adalah menurunnya konsentrasi dan fisik, gangguan tidur (khususnya bangun pagi terlalu cepat dan sering terbangun [multiple awakenings]), nafsu makan menurun, penurunan berat badan, dan masalah-masalah pada tubuh.
c.       Gangguan kecemasa
  Termasuk gangguan panik, ketakutan (fobia), gangguan obsesif-kompulsif, gangguan kecemasan yang menyeluruh, gangguan stres akut, dan gangguan stres pasca trauma
Tanda dan gejala ketakutan (fobia) pada lansia tidak seberat daripada yang lebih muda, tetapi efeknya sama. Gangguan kecemasan mulai muncul pada masa remaja awal atau pertengahan, tetapi beberapa dapat muncul pertama kali setelah usia 60 tahun.
Pengobatan harus disesuaikan dengan penderita dan harus diperhitungkan pengaruh biopsikososial yang menghasilkan gangguan. Farmakoterapi dan psikoterapi dibutuhkan.
D.    Diagnosa Keperawatan Jiwa Pada Anak Dan Remaja, Dewasa Dan Lansia
1.      Diagnosa Keperawatan Jiwa Pada Anak Dan Remaja
*      Masalah Keperawatan
a.       Tidak efektifnya koping individu
b.      Gangguan konsep diri : HDR
c.       Isolasi social : menarik diri
d.      Tidak efektifnya penatalaksanaan program terapeutik
e.       Tidak efektifnya koping keluarga, ketidakmampuan keluarga merawat klien di rumah
f.       Kerusakan komunikasi verbal
g.      Proses pikir waham
*      Diagnosa Keperawatan
a.       Isolasi social menarik diri berhubungan dengan tidak efektifnya koping individu
b.      Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan harga diri rendah
c.       Tidak efektifnya penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan ketidakmampuan keluaga merawat klien di rumah
d.      Kerusakan komunikasi vebal berhubungan dengan waham
2.      Diagnosa Keperawatan Jiwa Pada Anak Dan Remaja
a.       Isolasi social berhubungan dengan rasa curiga
b.      Depresi berhubungan dengan isolasi social
c.       Harga diri rendah berhubungan dengan perasaan ditolak
E.     Intervensi Keperawatan Jiwa Pada Anak Dan Remaja, Dewasa Dan Lansia
1.      Intervensi Keperawatan Jiwa Pada Anak Dan Remaja
*      Intervensi keperawatan untuk klien yang mengalami OCD
a.       Kembangkan hubungan terapeutik
b.       Tawarkan dorongan, dukungan, dan bantuan
c.       Jelaskan kepada klien bahwa anda percaya ia dapat berubah
d.      Kurangi waktu klien secara bertahap untuk melakukan perilaku ritual
e.       Diskusikan fungsi ritual dalam kehidupan klien, tanpa penilaian.
f.       Klien menggunakan teknik perilaku imajinasi, relaksasi progresif,menghentikan pikiran, dan meditasi untuk mengurangi ansietas
g.       Klien meminum obat-obatan yang diprogramkan dengan aman
h.      Klien mengatakan keinginannya untuk tetap meneruskan terapi
i.        Klien melakukan kembali aktivitas social, keluarga dan pekerjaan
j.        Keluarga memperlihatkan penurunan partisipasi dalam secondary gain klien yang terkait dengan perilaku OCD dan meningkatkan perhatian selama aktivitas non-OCD.

BAB III
PEMBAHASAN
A.           Analisis Pemecahan Masalah
1.      Analisis Pemecahan Masalah Keperawatan Jiwa Pada Anak Dan Remaja
Masalah seorang remaja yang terlihat tidak gembira merupakan hal yang biasa. Namun, perlu diwaspadai bila perasaan tidak bahagia tersebut terus berlanjut sampai lebih dari dua pekan. Ada banyak alasan mengapa seorang remaja merasa tidak bahagia. Lingkungan yang penuh tekanan dapat memicu depresi dengan adanya depresi, dapat muncul perasaan merasa bersalah, menurunnya ferforma disekolah, interaksi sosial, menyimpannya orientasi seksual, maupun terganggunya kehidupan remaja dikeluarganya. Yang paling membahayakan dari depresi adalah munculnya ide bunuh diri atau melakukan usaha bunuh diri.
Masalah utama yang biasa dialami remaja berkaitan dengan perilaku seksual, keinginan untuk bunuh diri, keinginan untuk lari dari rumah, perilaku antisocial, perilaku mengancam, keterlibatan dengan obat terlarang, hypochandriasis, masalah diit/makan, dan takut sekolah.
Untuk mencegah kesan remaja bahwa perawat memihak kepada orang tuanya, maka sangat perlu diperhatikan perawat untuk melakukan kontak awal langsung dengan remaja. Pengetahuan perawat tentang perkembangan normal yang dialami remaja sangat diperlukan untuk dapat membedakan perilaku adaptif dan menentukan masalah berdasarkan perilaku remaja merupakan langkah pertama dalam merencanakan asuhan keperawatan. Perawat kemudian menentukan tujuan jangka pendek berdasarkan respons maladaptive dengan memperhatikan kekuatan yang dimiliki remaja, begitu pula tujuan jangka panjang.(Ermawati,dkk.2009)
Tinjauan terhadap rencana asuhan keperawatan perlu dilakukan secara berkala untuk memperbaiki situasi, catatan perkembangan dan mempertimbangkan masalah baru. Sangat penting untuk mengkaji dan mengevaluasi proses keperawatan pada remaja. Implementasi kegiatan perawat meliputi: (Ermawati,dkk.2009)
a.        Pendidikan pada remaja dan orang tua
Perawat adalah tenaga kesehatan yang paling tepat untuk memberikan informasi mengenai kesehatan berkaitan dengan penggunaan obat terlarang, masalah seks, pencegahan bunuh diri, dan tindakan kejahatan, begitu pula informasi mengenai perilaku remaja dan memahami konflik yang dialami mereka, orang tua, guru dan masyarakat akan lebih suportif dalam menghadapi remaja, bahwakan dapat membantu mengembangkan fungsi mandiri remaja dan orang tua mereka, akan menimbulkan perubahan hubungan yang positif.
b.       Terapi keluarga
Terapi keluarga khususnya diperlukan bagi remaja dengan gangguan kronis dalam interaksi keluarga yang mengakibatkan gangguan perkembangan pada remaja. Oleh karena itu perawat perlu mengkaji tingkat fungsi keluarga dan perbedaan yang terdapat didalamnya untuk menentukan cara terbaik bagi perawat berinteraksi dan membantu keluarga.
c.       Terapi kelompok
Terapi kelompok memanfaatkan kecenderungan remaja untuk mendapat dukungan dari teman sebaya. Konflik antara keinginan untuk mandiri dan tetap tergantung, serta konflik berkaitan dengan tokoh otoriter, akan mudah dibahas.
d.       Terapi individu
Terapi individu oleh perawat spesialis jiwa yang berpengalaman dan mendapat pendidikan formal yang memadai. Terapi individu terdiri atas terapi yang bertujuan singkat dan terapi penghayatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan perawat ketika berkomunikasi dengan remaja antara lain penggunaan teknik berdiam diri, menjaga kerahasiaan, negativistic, resistens, berdebat, sikap menguji perawat, membawa teman untuk terapi, dan minta perhatian khusus. 
2.      Analisis Pemecahan Masalah Keperawatan Jiwa Pada Dewasa Dan Lansia
a.       Retardasi mental.
Muncul sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan substandar dalam berfungsi, yang dimanifestasikan dengan fungsi intelektual secara signifikan berada dibawah rata-rata (mis., IQ dibawah 70) dan keterbatasan terkait dalam dua bidang keterampilan adaptasi atau lebih (mis., komunikasi, perawatan diri, aktivitas hidup sehari-hari, keterampilan sosial, fungsi dalam masyarakat, pengarahan diri, kesehatan dan keselamatan, fungsi akademis, dan bekerja.
b.      Autisme
Dicirikan dengan gangguan yang nyata dalam interaksi sosial dan komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas (Johnson, 1997). Gejala-gejalanya meliputi kurangnya responsivitas terhadap orang lain, menarik diri dari hubungan sosial, kerusakan yang menonjol dalam komunikasi, dan respon yang aneh terhadap lingkungan (mis., tergantung pada benda mati dan gerakan tubuh yang berulang-ulang seperti mengepakkan tangan, bergoyang-goyang, dan memukul-mukulkan kepala)
c.       Gangguan perkembangan spesifik
Dicirikan dengan keterlambatan perkembangan yang mengarah pada kerusakan fungsional pada bidang-bidang, seperti membaca, aritmetika, bahasa, dan artikulasi verbal.



B.            Strategi Pemecahan Masalah
1.      Strategi Pemecahan Masalah Pada Anak dan Remaja
Strategi dalam pemecahan masalah yang sering di gunakan oleh perawata berbasis komunitas saat ini lebih banyak terdapat pada managed care.
a.       Strategi pencegahan primer melalui berbagai program sosial yang ditujukan untuk menciptakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan anak. Contohnya adalah perawatan pranatal awal, program intervensi dini bagi orang tua dengan faktor resiko yang sudah diketahui dalam membesarkan anak, dan mengidentifikasi anak-anak yang berisiko untuk memberikan dukungan dan pendidikan kepada orang tua dari anak-anak ini.
b.      Startegi Pencegahan sekunder dengan menemukan kasus secara dini pada anak-anak yang mengalami kesulitan di sekolah sehingga tindakan yang tepat dapat segera dilakukan. Metodenya meliputi konseling individu dengan program bimbingan sekolah dan rujukan kesehatan jiwa komunitas, layanan intervensi krisis bagi keluarga yang mengalami situasi traumatik, konseling kelompok di sekolah, dan konseling teman sebaya.
c.       Dukungan terapeutik bagi anak-anak diberikan melalui psikoterapi individu, terapi bermain, dan program pendidikan khusus untuk anak-anak yang tidak mampu berpartisipasi dalam sistem sekolah yang normal. Metode pengobatan perilaku pada umumnya digunakan untuk membantu anak dalam mengembangkan metode koping yang lebih adaptif.
d.      Terapi keluarga dan penyuluhan keluarga penting untuk membantu keluarga mendapatkan keterampilan dan bantuan yang diperlukan guna membuat perubahan yang dapat meningkatkan fungsi semua anggota keluarga

e.       Pengobatan berbasis rumah sakit
a.      Unit khusus untuk mengobati anak-anak dan remaja, terdapat di rumah sakit jiwa. Pengobatan di unit-unit ini biasana diberikan untuk klien yang tidak sembuh dengan metode alternatif yang kurang restriktif, atau bagi klien yang beresiko tinggi melakukan kekerasan terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain
b.      Program hospitalisasi parsial juga tersedia, memberikan program sekolah di tempat (on-site) yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan khusus anak yang menderita penyakit jiwa.
c.       Seklusi dan restrein untuk mengendalikan perilaku disruptif masi menjadi kontroversi. Penelitian menunjukkan bahwa metode ini dapat bersifat traumatik pada anak-anak dan tidak efektif untuk pembelajaran respon adaptif. Tindakan yang kurang restriktif meliputi istirahat (time-out), penahanan terapeutik, menghindari adu kekuatan, dan intervensi dini untuk mencegah memburuknya perilaku.
2.      Strategi Pemecahan Masalah Keperawatan Jiwa Pada Dewasa Dan Lansia
a.       Terapi perilaku kognitif merupakan terapi andalan untuk mengobati gangguan kecemasan pada orang dewasa muda. Namun efek terapi tersebut hasilnya lebih rendah atau bahkan tidak mempan ketika diterapkan pada orang lanjut usia (lansia).
b.      Gangguan kecemasan termasuk gangguan panik, fobia, stres pasca trauma dan gangguan kecemasan, umumnya terjadi pada orang dewasa di atas usia 55 tahun. Dalam Journal of American Geriatrics Society dinyatakan bahwa 3-14 dari setiap 100 orang lansia memiliki gangguan kecemasan.

"Asumsi yang ada selama ini adalah terapi untuk gangguan kecemasan dapat sama efektifnya pada berbagai usia," kata Rebecca Gould, seorang peneliti dari King College London seperti dilansir dari HealthNews,
Tapi nyatanya menurut Dr Eric Lenze, seorang profesor di Washington University School of Medicine efek terapi hasilnya lebih rendah ketika diterapkan pada lansia.
c.       Terapi bicara yang disebut terapi perilaku kognitif digunakan untuk membantu orang dewasa untuk mengobati gangguan kecemasan sedikit lebih baik daripada pendekatan terapi lainnya. Namun nyatanya pada lansia, tidak seefektif jika diterapkan pada orang dewasa muda.
Sementara studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa terapi perilaku kognitif bekerja dengan baik untuk orang dewasa muda dan setengah baya. Namun, sebelumnya belum ada banyak penelitian mengenai pengobatan gangguan kecemasan pada lansia.
d.      Terapi perilaku kognitif sering melibatkan pertemuan secara pribadi dengan terapis dengan tujuan akhir untuk menyelesaikan proses berpikir yang cacat yang menyebabkan gangguan tersebut. Rata-rata dalam studi, peserta penelitian melalui 12 sesi terapi.
Dibandingkan dengan jika tidak menjalani terapi sama sekali, terapi perilaku kognitif memiliki efek sedang untuk membantu mengobati kecemasan. Dibandingkan dengan obat atau diskusi kelompok, terapi perilaku kognitif memiliki efek sedikit lebih baik. Tim peneliti mencatat perbaikan atas perlakuan lainnya cukup kecil.
"Terapi mungkin bekerja lebih baik dibandingkan obat karena berusaha untuk memperbaiki penyebab kecemasan bukan gejalanya. Jika dapat mengatasi penyebab dari gejala kecemasan, misalnya dengan mengubah cara berpikir mengenai sesuatu atau menafsirkan suatu hal, maka dapat menghentikan kecemasan datang lagi di masa depan. Jika hanya mengatasi gejala kecemasan maka suatu saat kecemasan tersebut dapat muncul kembali. Tidak diketahui mengapa terapi tampaknya kurang efektif pada lansia, tetapi mungkin karena terapi bicara dapat memakan waktu lebih lama untuk lansia," kata Gould.
Studi lebih lanjut masih diperlukan untuk menemukan terapi yang cukup efektif untuk lansia. Tim peneliti Gould telah merencanakan sebuah studi yang mengeksplorasi manfaat dari pemikiran berbasis terapi kognitif, yang mencakup terapi seperti meditasi.


BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan analisis di atas, ditemukan bahwa remaja yang memiliki waktu luang banyak seperti mereka yang tidak bekerja atau menganggur dan masih pelajar kemungkinannya lebih besar untuk melakukan kenakalan atau perilaku menyimpang. Demikian juga dari keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya rendah maka kemungkinan besar anaknya akan melakukan kenakalan pada tingkat yang lebih berat.Sebaliknya bagi keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya tinggi maka kemungkinan anak-anaknya melakukan kenakalan sangat kecil, apalagi kenakalan khusus. Dari analisis statistik (kuantitatif) maupun kualitatif dapat ditarik kesimpulan umum bahwa ada hubungan negatif antara keberfungsian sosial keluarga dengan kenakalan remaja, artinya bahwa semakin tinggi keberfungsian social keluarga akan semakin rendah kenakalan yang dilakukan oleh remaja.
Sebaliknya semakin ketidak berfungsian sosial suatu keluarga maka semakin tinggi tingkat kenakalan remajanya (perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja. Berdasarkan kenyataan di atas, maka untuk memperkecil tingkat kenakalan remaja ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu meningkatkan keberfungsian sosial keluarga melalui program-program kesejahteraan sosial yang berorientasi pada keluarga dan pembangunan social yang programnya sangat berguna bagi pengembangan masyarakat secara keseluuruhan Di samping itu untuk memperkecil perilaku menyimpang remaja dengan memberikan program-program untuk mengisi waktu luang, dengan meningkatkan program di tiap karang taruna. Program ini terutama diarahkan pada peningkatan sumber daya manusianya yaitu program pelatihan yang mampu bersaing dalam pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan.

B.     Saran-Saran
Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan, maka dari itu kami membutuhkan berbagai masukan-masukan ataupun saran yang bersifat konskruktif untuk memperbaiki pembuatan makalah selanjutnya.
















DAFTAR PUSTAKA

Alpers, Ann. Buku Ajar Pediatri Rudolph Edisi 20 Volume 1. EGC : Jakarta. 2006

Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, Edisi Pertama, Jakarta, 1993.

Mappiare A. (2003). Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional

Mutadin, Z. (2007). Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologis Pada Remaja.

Kaplan, H.I., Sadock B.J.: Sinopsis Psikiatri, Jilid II, Edisi ke-7, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997.

Sarwono, S. (1994). Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Sir Roy Meadow & Simon J. Newell. Lecture Notes : Pediatrika Edisi Ke Tujuh. Erlangga : Jakarta, 2006.








 









 

Iwansyah
Iwansyah Seorang Penulis Pemula Yang Mengasah Diri Untuk Menjadi Lebih Baik

Post a Comment for "Konsep Keperawatan Jiwa Pada Anak & Remaja, Dewasa & Lansia"