Revolusi Nursing Florenz Nightangle


SLPI - Perang dunia ke II adalah tonggak tumbuhnya semangat empati yang tinggi dari seorang florenz. Dengan berbekal semangat dan cita-cita luhur atas kepedulian social yang tinggi ia ingin menggugat peperangan yang kejam dengan kasih sayang sesama manusia. 

Inilah muasal revolusi social dan kepedulian, inilah muasal pentingnya sebuah perawatan manusia secara holistic, inilah muasal manusia memandang sesamanya dengan sudut pandang pelestarian bangsanya dan inilah muasal sebuah profesi luhur yang menyeruak angkasa kepedulian dan menembus batas-batas geografis kekerasan dengan bendera kepedulian dan pelayanan. 

Florenz nightangle membuktikan sebuah revolusi dalam perawatan kepada korban perang dengan tidak membedakan mana lawan dan kawan, mana musuh dan sahabat dan mana Negara kuat dan lemah. Ia membebaskan dirinya dari tujuan politik perang dan ia membebaskan dirinya dari agama dan ras bangsa. 

Inilah semangat revolusi kepedulian kepada sesama dan inilah semangat sebuah profesi yang lain dari sekedar profesi kesehatan. Diindonesia profesi itu bernama perawat. Dan profesi ini telah menembus batas-batas teritori seluruh negara. Tanpa membedakan bangsa, profesi ini menjadi profesi yang dibutuhkan dalam hal perawatan kepada pasien, dirumah sakit, dirumah-rumah, dijalanan dan tidak meninggalkan sejarah juga ditempat-tempat perang antar negara. Perawat adalah seorang yang telah menempuh serta lulus pendidikan formal dalam bidang keperawatan yang program pendidikannya telah disahkan oleh pemerintah (ad/art ppni/inna munas VII Manado). 

Ia adalah tenaga profesional dibidang perawatan kesehatan. Ia bertanggung jawab atas perawatan, perlindungan dan pemulihan. Ia berperan dalam pemerliharan pasien dan penanganan gawat darurat yang mengancam nyawa. Dan ia juga terlibat dalam riset medis dan perawatan. Sementara keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan. Ini adalah bentuk bantuan karena adanya kelemahan fisik dan atau mental dan bantuan atas ketidak mampuan melakukan kegiatan sehari-hari. Kini diindonesia diantara kencangnya gaung reformasi sepertinya perawat harus segera berbenah diri merapihkan rumah sendiri dan segera menggaungkan nada yang sama dengan zaman yang kini menantang bangsa. 

Diantara berbagai gelombang ujian kepada negara dari dulu hingga sekarang sepertinya perawat belum juga berubah. Para aradigma profesi dan semangat kesetaraan belum juga disadari dan menjadi kebanggaan perawat hingga sekarang. Pasalnya, ternyata sudah menjadi budaya dalam diri perawat ketika bekerja dirumah sakit. Masih banyak sejawat yang dengan bangganya mengambilkan stetoskop, tissue dan hand scoon untuk seorang dokter ketika melakukan kunjungan kepada pasien. Ini harus segera dirubah karena kita adalah profesi yang sejajar dengan profesi kesehatan lain. 

Amanat Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan jelas mengakui dua profesi yang berbeda antara dokter dan perawat. Tidak cukup dengan itu dalam Permenkes No.647 tahun 2000 menyatakan dengan jelas bahwa perawat adalah profesi dan ada pengakuan kesejajaran antara ilmu keperawatan dan ilmu kedokteran dan ada perbedaan kewenangan antara perawat dan dokter. 

Dengan demikian adalah relevan perawat dan dokter maupun dengan profesi kesehatan lain merupakan partner kerja dalam upaya menciptakan kehidupan yang sehat kepada pasien. Namun ternyata ini belum disadari oleh sejawat semua. Bahkan budaya manggut-manggut dan menunduk masih kerap terjadi dirumah sakit. Selain itu semangat kepemimpinan perawat belum menyeruak juga. Cobalah tengok dirumah sakit-rumah sakit, puskesmas-puskesmas dan bahkan klinik-klinik seolah menjadi keharusan yang memimpin adalah dokter. Perawat seperti mengidap penyakit HDR (harga diri rendah) dan berdiam diri seolah mengidap ISO SOS MD (isolasi sosial menarik diri). 

Ini jelas tak bisa dibiarkan. Kesetaraan dan partnership haruslah menjadi kerangka berfikir dan kebanggaan sebagai profesi perawat haruslah menjadi identitas diri yang luhur. Kedua, mungkin penyebab HDR dan ISO SO MD itu diantaranya adalah karena jaminan sosial dan finansial perawat yang rendah. Dan memang tak bisa dipungkiri ini adalah kenyataan. Gaji perawat di indonesia sangat rendah dan jaminan sosial tidak diperhatikan. Sejawat semua harus bekerja 24 jam satu hari dalam 2 atau 3 shift sedangkan pendapatan tak berimbang. Padahal kita adalah mayoritas, kita adalah ujung tombak dan tulang punggung pelayanan sebuah rumah sakit. Berapa banyak kasus kesejahteraan perawat yang terjadi ditiap rumah sakit dan berapa banyak kasus gugatan keluarga pasien kepada perawat yang tak terbela. 

Misalnya saja dirumah sakit haji, Ambulans Gawat Darurat 118, perawat sukabumi yang digugat, rumah sakit honoris bahkan dirumah sakit pusat nasional RSUPN cipto mangun kusumo dan deretan kasus lainnya. Ini tak bisa dibiarkan. Cobalah tengok perbandingan kita dengan anggota DPR disana. Lebih mulya manakah perawat dengan mereka, sementara mereka sudah berapa kali berteriak kesetaran gaji dengan Korea dan Jepang atau dengan negara lain dan mereka sudah melakukan studi banding akan hal itu padahal gaji mereka sudah sangat besar melebihi kebutuhan hidup. 

Kenapa kita tidak berteriak hal serupa?, sebagai perbandingan perawat indonesia yang bekerja di Kwuait mendapat gaji berkisar Rp. 10 juta s/d Rp. 14 juta perbulan, sedangkan rekan sejawat yang bekerja diindonesia maksimum hanya akan mendapat gaji Rp. 3 juta perbulan bahkan mayoritas hanya Rp. 800rb s/d Rp. 1,5 juta perbulan. Ini sangat jauh dari kebutuhan. Ini harus ada upaya nyata dari kita. Diantaranya ada 2 upaya yang bisa dilakukan yaitu: tentukan standarisasi gaji perawat secara nasional dan buka selebar-lebarnya pintu eksodus besar-besaran keluarnegeri bagi perawat. Ini tentu setelah perawat mengikuti uji kompetensi. 

Sehingga dengan standarisasi gaji perawat akan mendapatkan perlindungan gaji secara nasional dan pihak pengguna jasa tidak akan semena-mena menggaji perawat. Dan dengan eksodus maka profesi perawat akan dipandang unggul dan dibutuhkan oleh negara. Sebagaimana telah terjadi di Philipines dimana seorang dokter spesialis, pengacara, arsitek dan profesi lainnya berbondong-bondong kuliah keperawatan karena profesi ini dipandang unggul dan terhormat. Dan Ketiga, Perlindungan Hukum bagi perawat belum paripurna. 

Coba tengok perangkat hukum yang ada mulai dari Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 53 ayat 1 menyatakan Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai profesinya. Dan pada Peraturan Pemerintah No.32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan pada BAB III pasal 4 menyatakan Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga kesehatan yang bersangkutan memenuhi ijin dari menteri. Dan pada KepMenkes No.1239 tahun 2001 tentang registrasi dan praktik perawat BAB III pasal 8 ayat 1 menyatakan Perawat dapat melakukan praktik keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan, praktik perorangan dan atau kelompok. 

Pertanyaannya adalah apakah perangkat yang ada sudah cukup?. Jawabannya adalah BELUM. Dari segi praktik keperawatan, perawat sementara sudah terlindungi dengan KepMenkes No.1239 tahun 2001. tetapi dari segi profesi perawat harus mempunyai Undang-Undang praktik keperawatan yang tidak hanya berbicara tentang perijinan praktik tapi juga berbicara tentang profesi dan kewenangannya mulai dari pelayanan kesehatan sampai kepada bakti terhadap negara. Sebagaimana Undang-Undang praktik kedokteran. Ini harus disuarakan dengan lantang. 

Berapa kali usulan Undang-Undang praktik keperawatan diusulkan dan berapa kali pula penundaan pembahasan dilakukan?. Kemudian dari sisi perawat sebagai tenaga kerja yang bekerja 24 jam apakah sudah terlindungi hak-haknya?. Jawabannya pun BELUM. Deretan kasus perawat melakukan aksi demonstrasi menunjukan perlindungan perawat sebagai tenaga kerja telah diabaikan. Ini tidak boleh dibiarkan. 

Kita seharusnya mempunyai bargaining position yang kuat karena perawat adalah salah satu elemen dari rakyat indonesia yang mempunyai kebebasan menyuarakan pendapat dan mendapat persamaan kedudukan dimata hukum. Dan kita juga sah untuk berserikat dan berkumpul sesuai dengan undang undang. Bukankah dalam kode etik keperawatan pada BAB V tentang Tanggung jawab perawat terhadap Pemerintah, Bangsa dan Tanah air pasal 17 menyatakan Perawat senantiasa berperan secara aktif dalam menyumbangkan pikiran kepada pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dan perawatan kepada masyarakat. Jadi jelas kita sebagai perawat sepakat untuk aktif bersuara kepada pemerintah. Dan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan dan perawatan tentu aspek kesejahteraan perawat dari segi profesi dan tenaga kerja harus terlebih dahulu diperhatikan. Inilah seharusnya menjadi renungan kita sekarang. 

Komunitas perawat tiap tahun terus bertambah. Ribuan perawat setiap tahun akan keluar dari akademi-akademi keperawatan dan kesarjanaan keperawatan. Kiranya kita perlu kembali meresapi semangat revolusi Florenz dalam mengibarkan bendera profesi ini. 

Semangat itulah yang harus kita kobarkan sekarang. Selama berpuluh tahun perawat indonesia seolah dilenakan dengan slogan-slogan profesi yang lemah lembut dan santun. Sehingga kita selalu terdiam ketika terjadi pelecehan profesi. Padahal semangat revolusi Florenz telah merobohkan stigma biara-biara yang santun dan lembut yang tergabung dalam barisannya untuk turun kelumpur-lumpur peperangan dalam peperangan. 

Kita seolah tidak bisa melakukan gugatan karena kita merasa profesi kita terhormat padahal Florenz telah menggugat peperangan dengan gerakan sosial. Kini saatnya kita kembali meresapi semangat revolusi Florenz agar profesi kita menjadi profesi yang bisa dibanggakan secar independent. Kini saatnya wahai sejawat sekalian. Kita bangkit membela profesi kita. Sudah saatnya kita berbenah diri. Singkirkan slogan-slogan yang menidurkan yang akhirnya menjerumuskan kita. Sekali lagi kita adalah profesi yang diakui secara hukum kenapa kita mesti minder tak percaya diri. Undang-undang praktik Keperawatan adalah harga mati dan kebebasan berserikat dan berkumpul adalah hak asasi.
Iwansyah
Iwansyah Seorang Penulis Pemula Yang Mengasah Diri Untuk Menjadi Lebih Baik

Post a Comment for "Revolusi Nursing Florenz Nightangle "