Study Perbandingan Pengaruh Posisi Fowler Dan Semi Fowler Terhadap Penurunan Sesak Napas Pada Pasien Asma Bronchiale


BAB I


PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kesehatan adalah merupakan suatu hal yang sangat fundamental dalam menciptakan keluarga sejahtera. Jutaan anak dinegara yang sedang berkembang menunjukkan kecenderungan bahwa pertumbuhan dan berkembangnya dalam keadaan terlantar, artinya lingkungan rumah dan sekolah yang tidak memenuhi syarat antara lain gizi tidak tercukupi, perhatian orang tua yang kurang dan pelayanan kesehatan yang belum maksimal karena mahalnya pelayanan jasa kesehatan. Sehingga akan mengakibatkan derajat kesehatan menjadi rendah serta kemungkinan terjadi penularan penyakit yang berhubungan dengan lingkungan kurang sehat
Asma adalah sering juga di sebabkan oleh adanya peradangan alat pernapasan yang cara penyebabnya belum sepenuhnya di ketahui penyaluran penyakit ini cenderung progresif artinya makin lama makin berat dengan diselingi masa-masa tenang dan kumat,kecuali bila dilakukan pengelolaan sebaik-baiknya sejak awal penyakit timbul.(Gouzali Saydam, 2011:6-7).
1.       
Asma sering juga di sebut sebagai penyakit bengek, ada asma yang tidak tahan keadaan dingin seperti malam hari atau udara mendung (hujan), namun ada pula penyakit ini yang rentan (tidak tahan) terhadap udara panas.serangan malam hari biasanya di sertai rasa takut dan cemas.Penyakit ini sudah lama di kenal secara luas oleh kalangan masyarakat maupun kalangan medis,namun beberapa aspek penyakit ini belum begitu dipahami sepenuhnya.Diperkirakan penyakit asma ini di masa datang semakin banyak penderita yang kena serangan.Orang dewasa yang mengidap penyakit ini diperkirakan sekitar 5-7 persen,sedangkan pada anak-anak 7 sampai 30 persen.konon pada tahun 2010 yang lalu di kota bandung anak-anak yang diserang penyakit ini asma 10 persen sedangkan di jakarta sampai 30 persen.Disingapura asma anak meningkat lagi dari 3,9 persen (1978) menjadi,13,7 persen (2007). Di manila 13,4 persen (1997) menjadi23,7 persen,(2007).
Indonesia yang beberapa puluh tahun lalu adalah negara agraris, saat ini sudah menjadi negara industri.penduduk yang biasanya bekerja di daerah agraria (pertanian)  di udara terbuka dan segar, kini mereka mulai bekerja di pabrik-pabrik industri-industri, di ruangan tertutup yang banyak polusi udaranhya.sebagian penduduk lain harus hidup di daerah-daerah kumuh yang padat di lorong-lorong yang tidak bersih.
Penderita asma bronchiale dapat hidup dan bekerja seperti orang lain. Penderita asma di anjurkan untuk menjadi anggota perkumpulan asma.di bandung ada perkumpulan asma bandung (PAB) setiap minggu mereka berkumpul untuk senam pernapasan dan latihan jasmani bersama. Dua bulan sekali di adakan ceramah tentang penyakit asma dan pada waktu-waktu tertentu di adakan symposium mengenai asma.(Gouzali Saydam, 2011:9).
Posisi fowler (setengah duduk ) adalah posisi tidur pasien dengan kepala dan dada lebih tinggi 450 – 600 dari pada posisi panggul dan kaki. (A.Azis alimul hidayat,2012:122).
Posisi semi fowler merupakan posisi yang diberikan pasien dengan tempat tidur menaikkan bagian kepala dan dada setinggi 300– 450 tanpa fleksi lutut.(Yulia Suparmi,2010:25).
Asma merupakan masalah yang terus meningkat, baik di negara maju maupun negara berkembang. Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan penyakit) asma terutama di Negara-negara maju (Muchid dkk, 2010:67).
Menurut Badan Kesehatan Dunia,World Health Organization (WHO,2009) memperkirakan setiap tahun penderita asma bertambah sekitar,10.000 orang. Sekarang jumlah penderita sudah mencapai 100-500 juta penduduk di dunia. Sementara itu prevalensi asma Internasional bervariasi antara,5-30 % . Sebanyak 300 juta orang di dunia mengidap asma, dan pada tahun,2005 sebanyak 225 ribu orang meninggal karena gagal nafas yang diakibatkan hipoksemia berat karena asma. Sedangkan pada tahun 2025 penderita asma diperkirakan mencapai 400 juta dan diperkirakan terdapat,2.55.000 jiwa meninggal karena asma. Jumlah ini dapat meningkat lebih besar mengingat asma merupakan penyakit yang underdiagnosed. Sebagian besar atau 80 % kematian justru terjadi di Negara-negara berkembang. Jumlah penderita asma yang meningkati ni disebabkan oleh pengetahuan yang terbatas tentang asma yang membuat penyakit ini seringkali tidak tertangani dengan baik,(http://d igilib.umm.ac.id/files/disk1/271/WHO-gdl-s1-2010 lindasetia,135051 Pendahn.pdf), diakses 1 Maret 2014
Di Indonesia prevalensi gejala penyakit asma melonjak dari 4,2% menjadi 5,4 % Sedangkan berdasarkan survei di berbagai rumah sakit, jumlah penderita asma di sejumlah propinsi seperti Bali (2,4%), Jawa Timur,(7%), Jakarta untuk anak-anak (16,5%), Malang untuk anak-anak,(22%), Jakarta Timur untuk dewasa (18,3%) dan Jakarta Pusat (7%) (Yunus, 2009:34).
Asma merupakan 10 besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia. Hal itu tergambar dari data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. SKRT 1998 menunjukkan asma menduduki urutan ke 5 dari 10 penyebab kesakitan (Morbiditi) bersama bronchitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronchitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian (Mortaliti) ke 4 di Indonesia. Atau sebesar 5,6%. Tahun,1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar,13/1000 dibandingkan bronchitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru,2/1000. Di Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta yang merupakan pusat rujukan nasional penyakit paru di Indonesia jumlah penderita pada tahun 1998 yaitu rawat inap 43 orang dan rawat jalan 6167 orang. Pada tahun 1999 jumlah penderita yang rawat inap 138 orang dan rawat jalan 5874 orang. Pada tahun,2000 jumlah penderita rawat inap 60 dan rawat jalan 3162 orang. Pada tahun 2001 jumlah penderita yang rawat inap 104 dan rawat jalan 5878 orang (PDPI, 2009:78-79).
Berdasarkan hasil surveilans Penyakit Tidak Menular berbasis rumah sakit di Sulawesi Selatan pada tahun 2008, diperoleh informasi bahwa jumlah penderita asma adalah 7,53%,sedangkan pada tahun 2009 sebanyak 8,03%. Dan Berdasarkan hasil surveilans Penyakit Tidak Menular berbasis puskesmas di Sulawesi Selatan pada tahun 2008, diperoleh informasi bahwa jumlah penderita asma adalah 13,23 %, sedangkan pada tahun 2009 sebanyak 14,21% (Dinkes Sulsel, 2010).
Di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar jumlah penderita asma pada tahun 2012 sebanyak 216 orang dan. Pada tahun 2013 juga mengalami peningkatan sebanyak 220 orang Dari penjelasan diatas maka hal inilah yang melatar belakangi peneliti tertarik untuk meneliti “ Study Perbandingan Pengaruh Posisi Fowler Dan Semi Fowler Terhadap Penurunan Sesak Napas Pada Pasien Asma Bronchiale Di Ruangan Baji Pamai 1 Dan 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar.
B.     Rumusan Masalah
1.      Adakah pengaruh antara pemberian posisi fowler terhadap penurunan sesak napas pada pasien Asma Bronchiale Di Ruangan Baji Pamai 1 Dan 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar.?
2.      Adakah pengaruh antara pemberian posisi semi fowler terhadap penurunan sesak napas pada pasien Asma Bronchiale Di Ruangan Baji Pamai 1 Dan 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar.?
C.    Tujuan Penelitian
1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara pemberian posisi fowler dan semi fowler terhadap penurunan sesak napas pada pasien Asma Bronchiale Di Ruangan Baji Pamai 1 Dan 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar.
2.      Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui pengaruh pemberian posisi fowler terhadap penurunan sesak napas pada pasien Asma Bronchiale di Ruangan Baji Pamai 1 dan 2 di  Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar.
b.      Untuk mengetahui pengaruh pemberian posisi semi fowler terhadap penurunan sesak napas pada pasien Asma Bronchiale di Ruangan Baji Pamai 1 dan 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar.
D.    Manfaat Penelitians
1.      Manfaat Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi STIKPER Gunung Sari Makassar selaku tempat kami menimbang ilmu
2.      Manfaat Instansi Rumah Sakit
Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perbandingan pengaruh pemberian posisi fowler dan semi fowler terhadap penurunan sesak napas pada pasien Asma Bronchiale, sehingga bahan penelitian ini dapat mengurangi sesak napas dan angka terjadinya Asma Bronchiale di RSUD Labuang Baji Makassar.

3.      Manfaat Bagi Peneliti
Merupakan pengalaman yang berharga dalam peningkatan wawasan dalam bidang penelitian serta menambah pengetahuan tentang manfaat pemberian posisi fowler dan semi fowler dalam menurunkan sesak napas pada pasien Asma Bronchiale, juga sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin mengembangkan keilmiahannya pada bidang yang sama.
4.      Manfaat Bagi Profesi Keperawatan
Untuk menambah ilmu pengetahuan bagi perawat agar mampu meningkatkan pelayanan dan memberikan perawatan yang tepat bagi pasien dengan gejala penyakit asma bronchiale sehingga dapat meminimalkan angka kematian pada pasien
5.      Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan bacaan diperpustakaan atau sumber data bagi peneliti lain yang memerlukan masukan berupa data atau pengembangan penelitian dengan judul yang sama demi kesempurnaan penelitian ini.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Tinjauan Tentang Asma Bronchiale
1.      Pengertian
Istilah asma merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang banyak di jumpai, baik pada anak-anak maupun dewasa.kata asama (asthama) berasal dari bahasa yunani yang berarti terengah-engah lebih dari 200 tahun yang lalu,Hippocrates menggunakan istilah asama untuk menggambarkan kejadian pernafasan yang pendek-pendek (shortness of breath).sejak itu istilah asama sering di gunakan untuk menggambarkan gangguan apa saja yang terkait dengan kesulitan bernafas.
(Zullies Ikawati, 2011:104).
Perubahan patofisologi  yang sering terserang adalah bronkus dengan ukuran 3-5 mm, akan tetapi distribusinya meliputi daerah yang luas. Walupun asma pada prinsipnya adalah suatu kelainan pada bagian jalan pernapasan, akan tetapi dapat pula menyebabkan terjadinya gangguan pada bagian fungsional paru.(Tabrani Rab,2011:383)
8
Reaksi tubuh untuk memenuhi kebutuhan O2 adalah dengan menambah frekuensi pernafasan sehingga menimbulkan gejala sesak nafas, expirasi memanjang, batuk wheezing dan produksi sputum banyak. Bila keadaan spasme tidak di tanggulangi dan berlanjut maka dapat menimbulkan komplikasi yang akan dijumpai : retraksi otot sternal, penggunaan otot-otot abdomen, pernafasan cuping hidung, hypoksia berat dan jika hal ini berlanjut dapat mengakibatkan asidosis yang akan mengancam kematian.(A.Aziz Alimul H, 2012:67 ).
Asma adalah peradangan saluran pernapasan (bronchus), maka semua bentuk asma berhubungan dengan respon peradangan selaput lendir terhadap zat yang menyebabkan peradangan tadi. Bisa dari luar tubuh ,maupun dari tubuh sendiri. Biasanya asma akan sembuh sendiri bahkan bisa pula terjadi,cenderung makin lama makin berat.
( Gouzali Saydam, 2011:9).
Menurut Global Initiative For Asthama (GINA) tahun 2008, asma didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronis pada saluran pernafasan di mana berbagi sel dan elemen seluler berperan terutama sel mast, eosinofil, limfosit T, dan sel epithelial. inflamasi kronis ini berhubungan dengan hipperresponsivitas saluran pernafasan terhadap berbagi stimulus, yang menyebabkan kekambuhan sesak nafas (mengi), kesulitan bernafas, dada terasa sesak, dan batuk-batuk yang terjadi utamanya pada malam hari atau dini hari.(Zullies Ikawati, 2011:104-105).
Asma merupakan penyakit yang manifestasinya sangat bervariasi. Sekelompok pasien mungkin bebas dari serangan dalam jangka waktu lama dan hanya mengalami gejala jika mereka berolahraga atau terpapar alergen atau terinfeksi virus pada saluran pernafasanya.
( Zullies Ikawati, 2011:105).
Asma bronkhiale adalah penyempitan bronkus yang bersifat reversibel yang terjadi oleh karena bronkus yang hiperaktif mengalami kontaminasi dengan antigen.(Tabrani Rab, 2011:377)
2.      Klasifikasi Asma
Klasifikasi asma berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi alergi, idiopatik dan non alergik atau campuran (mixed).
a.       Asma alergik ekstrinsik, merupakan suatu bentuk asma dengan allergen seperti bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan dan lain-lain. Allergen terbanyak adalah air (bone) dan musiman (seasonal). Klien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan aksim atau rhinitis alergik. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Bentuk asma ini biasanya dimulai sejak kanak-kanak.
b.      Idiopatik atau Non alergik Asma Intrinsik, tidak berhubungan dengan secara langsung dengan alergen spesifik. Faktor-faktor seperti infeksi saluran napas atas, aktivitas, emosi stress dan polusi lingkungan akan mencetuskan serangan. Beberapa agen farmakologis seperti antagonis β-adrenergik dan bahan sulfat (penyedap makanan) juga dapat menjadi factor penyebab. Serangan dari asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan sering kali dengan berjalannya waktu dapat berkembang menjadi bronchitis dan emfisema. Pada beberapa kasus dapat berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini biasanya dimulai ketika dewasa,(> 35 tahun).
c.       Asma Campuran (Mixed Asma), merupakan bentuk asma yang paling sering. Dikarakteristikkan dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan idiopatik atau nonalergi (Somantri,2009:145-146).
3.      Anatomi dan Fisiologi Saluran Pernapasan
Saluran pernafasan terdiri dari : hidung, pharynx, trachea, bronchus, dan beonchiolus. Saluran nafas ini dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Pada saat udara masuk rongga hidung, maka udara akan disaring, dihangatkan dan dilembabkan.
Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mukosa yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar serosa. Partikel debu kasar dapat disaring dalam rongga hidung, Sedangkan yang lebih halus terjerat dalam lapisan mukosa.
Selanjutnya udara akan menuju pharynx dan larynx masuk ke trachea yang bagian ujung bagian bawah bercabang dua yang merupakan cabang utama bronchus kanan dan kiri. Cabang utama-utama kanan disebut karina yang mengandung syaraf dan dapat menimbulkan broncho spasme hebat dan batuk kalau syaraf-syaraf tersebut terangsang. Bronchus kanan lebih pendek dari bronchus kiri dengan posisi lebih vertikal dengan bentuk dan ukuran yang lebih besar dari bronchus kiri. Letak anatomis ini mempunyai makna yang penting dimana tabung endotracheal terletak sedemikian rupa sehingga terbentuk saluran udara paten yang sudah masuk dalam cabang utama bronchus kanan kalau udara tidak tertahan pada mulut atau hidung. Bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi segmen bronchus.
Percabangan ini terus menerus sampai cabang terkecil yang dinamakan bronchiolus terminalis. Oleh karena bronchiolus terminalis tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga sudah melaksanakan fungsinya sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru (alveolis) dan sakus alveolaris terminalis, sebagai struktur akhir paru-paru yang berbentuk buah anggur (Anonim,2010:67-68).
4.      Etiologi
Asma yang terjadi pada anak-anak sangat erat katanya dengan alergi.kuarang lebih 80% pasien asma memiliki riwayat alergi,asma yang muncul pada dewasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor,seperti: adanya sinusitis, polip hidung, sensitivitas terhadap aspirin atau obat-obat anti-inflamasi non steroid (AINS), atau mendapatkan picuan di tempat kerja. Di tempat-tempat kerja tertentu yang banyak terdapat agen-agen yang dapat terhirup seperti debu, bulu binatang, dan lain-lain, banyak yang di jumpai orang yang menderita asma, yang disebut occupational  asthama, yaitu asma yang disebabkan karena pekerjaan kelompok dengan resiko terbesar terhadap perkembangan asma adalah anak-anak yang mengidap alergi dan memiliki keluarga dengan riwayat asma.
(Zullies Ikawati, 2011:106).
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma bronchial atau sering disebut sebagai faktor pencetus adalah :
a.       Allergen
Allergen adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dapat menimbulkan serangan asma misalnya debu rumah, tengau debu rumah (Dermatophagoides pteronissynus), spora jamur, bulu kucing, beberapa makanan laut dan sebagainya.
b.      Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronchial. Diperkirakan, dua pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran pernapasan.
c.       Tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma, karena banyak orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya. Hal ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak.
d.      Olahraga/kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asma bronkhial akan mendapatkan serangan asma bila melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda adalah dua jenis kegiatan paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena kegiatan jasmani (exercise induced asma) (EIA) terjadi setelah olahraga atau aktivitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.
e.       Obat-obatan
Beberapa klien dengan asma bronchial sensitive atau alergi terhadap obat tertentu seperti penisilin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
f.       Polusi udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik/kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal serta bau yang tajam.
g.      Lingkungan kerja
Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2-15% klien dengan asma bronchial
(Muttaqin, 2010: 234 ).
5.      Manifestasi klinis
Manifestasi klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspnea,  dan wheezing. Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
a.      Tingkat I :
1)      Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
2)      Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
b.      Tingkat II :
1)      Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
2)      Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
c.       Tingkat III :
1)      Tanpa keluhan.
2)      Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
3)      Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali. (Purwondjawa, 2010:56-57).
d.      Tingkat IV :
1)      Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
2)      Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
e.      Tingkat V :
1)      Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
2)      Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi (Purwondjawa: 2010:15).
6.      Patofisiologi
Pada dua dekade yang lalu penyakit asma di anggap merupakan penyakit yang disebabkan karena adanya penyempitan bonkus saja, sehingga terapi utama pada saat itu adalah suatu bronkodilator, Namun para ahli mengemukakan konsep baru yang kemudian di gunakan hingga kini, yaitu bahwa asma merupakan penyakit inflamasi pada saluran nafas, yang di tandai dengan bonkokonstriksi, inflamasi, dan respon yang berlebihan terhadap rangsangan Selain itu juga terdapat penghambatan terhadap aliran udara dan penurunan kecepatan aliran udara akibat penyempitan bronkus.akibatnya terjadi hiperinflamasi distal, perubahan mekanisme paru-paru, dan meningkatnya kesulitan bernafas. Selain itu juga terjadi peningkatan sekresi mukus yang berlebihan.
Secara klasik, asma di bagi dalam dua kategori berdasar faktor pemicunya, yaitu asma ekstrinsik atau alergi dan asama intrinsik atau idiosinkratik. Asma ekstrinsik mengacu pada asma yang di sebabkan karena menghirup alegen, yang biasanya terjadi pada anak-anak yang memiliki keluarga dengan riwayat penyakit alergi (baik eksim, utikaria, atau hay fever). Asma intrinsik mengacu pada asma yang di sebabkan karena faktor-faktor diluar mekanisme imunitas, dan umunya di jumpai pada orang dewasa. Beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya asma antara lain: udara dingin, obat-obatan, stress, dan olahraga. Khususnya asma yang di picu oleh olahraga di kenal dengan istilah exercise-induced asthama.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronchioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronchioulus dan spasme otot polos bronchiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronchiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar bronchiolus. Karena bronchiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. (Zullies Ikawati,2011:110).
7.      Komplikasi
Pneumotoraks, pneumomediastinum dan emfisema subkutis, atelektasis, aspergilosis bronkopulmonar alergik, gagal napas, bronchitis dan fraktur iga (Mansjoer, 2009:56).
8.      Penatalaksanaan Medis
a.       Pengobatan Nonfarmakologis
1)      Penyuluhan. Penyuluhan ini ditujukan untuk peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, menggunakan obat secara benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
2)      Menghindari faktor pencetus. Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada pada lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk intake cairan yang cukup bagi klien.
3)      Fisioterapi, dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mucus. Ini dapat dilakukan dengan postural drainase, perkusi dan fibrasi dada. (Iskandar Junaidin, 2009:90)
b.      Pengobatan Farmakologis
1)      Agonis beta : metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 x semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit
2)      Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 x sehari. Golongan metilxantin adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan
3)      Kortikosteroid. Jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respons yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis 4 x semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam jangka yang lama harus diawasi dengan ketat
4)      Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin merupakan obat pencegah asma khususnya untuk anak-anak. Dosis Iprutropioum Bromide diberikan 1-2 kapsul 4 x sehari.
(Iskandar Junaidin, 2009:99).
9.      Pencegahan
a.       Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi
b.      Menghindari kelelahan
c.       Menghindari stress psikis
d.      Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin
e.       Olahraga renang, senam asma.
B.     Tinjauan Tentang Variabel Yang Diteliti
1.      Tinjauan Posisi Fowler
a.       Pengertian
Posisi fowler (setengah duduk ) adalah posisi tidur pasien dengan kepala dan dada lebih tinggi 450– 600 dari pada posisi panggul dan kaki.
Posisi fowler merupakan posisi bed (tempat tidur) dimana kepala dan dada dinaikkan setinggi 450– 600 tanpa dilakukan fleksi lutut(A. Alimul Hidayat, 2012;25)
Posisi fowler adalah posisi duduk, dimana bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan.
Posisi fowler dengan sandaran memperbaiki curah jantung dan ventilasi serta membantu elimasi urine dan usus. Kelurusan tubuh yang tepat mempertahankan kenyamanan dan menurunkan risiko kerusakan system tubuh. Pemberian posisi fowler di tempat tidur memerlukan persiapan khusus bagi perawat, dimana perawat perlu mengkaji kesejajaran tubuh dan tingkat kenyamanan pasien. Bila perawat memerlukan bantuan, harus menyiapkan sejawatnya untuk membantu, perawat juga harus menginformasikan tindakan kepada pasien serta memberikan privasi pada pasien.
Kewaspadaan pada posisi fowler beresiko terhadap kontraktur fleksi cervical bila bantal terlalu tebal. Komplikasi tambahan dapat meliputi rotasi eksternal pinggul, foot-drop dan kerusakan pada sacrum dan tumit. Pada klien lansia beresiko lebih besar daripada klien yang lebih mudah terhadap kerusakan kulit karena peningkatan kerapuhan kapiler, penurunan massa otot dan penurunan kelembaban kulit. (http://di gilib.umm.Acid/ files/disk,1/271/ asma 2010-), diakses 5 Maret,2014.
b.      Tujuan
Pemberian posisi fowler memiliki tujuan sebagai berikut :
1)      Mempertahankan kenyamanan
2)      Memfasilitasi fungsi pernapasan
3)      Memperbaiki curah jantung, ventilasi dan membantu eliminasi urin dan usus
4)      Untuk membantu dalam melakukan aktivitas tertentu seperti makan, membaca dan menonton televisi.
5)      Persiapan alat dan bahan
6)      Tempat tidur
7)      Bantal kecil
8)      Gulungan handuk
9)      Bantalan kaki (footboard)
10)  Sarung tangan (bila diperlukan).
(A. Azis Alimul Hidayat, 2012:122)
c.       Prosedur kerja
1)      Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2)      Cuci tangan dan menggunakan sarung tangan bila diperlukan,
3)      Minta klien untuk memfleksikan lutut sebelum kepala dinaikkan,
4)      Naikkan kepala bed (tempat tidur) dengan membentuk sudut 450 – 600 sesuai kebutuhan.
5)      Letakkan bantal kecil dibawah punggung pada kurva lumbal, jika celah ada di sana, bantal akan menyangga kurva lumbal dan mencegah terjadinya fleksi lumbal.
6)      Letakkan bantal kecil dibawah kepala klien, bantal akan menyangga kurva cervical dari columna vertebra. Sebagai alternative, kepala klien dapat diletakkan diatas kasur tanpa bantal. Terlalu banyak bantal dibawah kepala akan menyebabkan fleksi kontraktur dari leher.
7)      Letakkan bantal dibawah kaki, mulai dari lutut sampai tumit, memberikan landasan yang lebar, lembut dan fleksibel ; mencegah ketidaknyamanan akibat dari adanya hiperekstensi lutut, dan tekanan pada tumit.
8)      Pastikan tidak terdapat tekanan pada area popliteal dan lutut dalam keadaan fleksi, mencegah terjadinya kerusakan pada persyarafan dan dinding vena, Fleksi lutut membantu supaya klien tidak melorot kebawah.
9)      Letakkan bantal atau gulungan handuk (trochanter roll) dibawah paha klien, bila ekstremitas bawah pasien mengalami paralisa atau tidak mampu mengontrol ekstremitas bawah, gunakan gulungan trokhanter selain tambahan bantal dibawah panggulnya, mencegah hiperekstensi dari lutut dan oklusi arteri popliteal yang disebabkan oleh tekanan dari berat badan. Golongan trokhanter  mencegah eksternal rotasi dari pinggul.
10)  Topang telapak kaki dengan menggunakan footboard (bantalan kaki), mencegah plantar fleksi.
11)  Letakkan bantal untuk menopang kedua lengan dan tangan, jika klien memiliki kelemahan pada kedua tangan tersebut. Mencegah dislokasi bahu kebawah karena tarikan gravitasi dari lengan yang tidak disangga, meningkatkan sirkulasi dengan mencegah pengumpalan darah dalam vena, menurunkan edema pada lengan dan tangan, mencegah kontraktur fleksi pergelangan tangan.
12)  Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan setelah prosedur dilakukan serta merapikan pasien.Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan termasuk posisi yang ditetapkan, kondisi kulit, gerakan sendi, kemampuan pasien membantu bergerak dan kenyamanan pasien.(A.AzisAlimul Hidayat,2012:122-123).
d.      Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian posisi fowler
1)      Kasur pas untuk postur tubuh, tidak terlalu keras / lembut dan dapat menyokong postural body curvature
2)      Menjamin postur tubuh tetap baik, cegah stress pada otot dan persendian
3)      Perubahan posisi perlu diperhatikan dalam 24 jam
4)      Memberi sokongan pada daerah-daerah yang tertekan
5)      Pastikan dasar tempat tidur bersih, kering dan tidak licin
6)      Pastikan ekstremitas dapat bergerak bebas
7)      Usahakan siku, lutut, panggul sedikit fleksi untuk mempertahankan postur tubuh yang baik
8)      Sokongan terhadap natural curva tubuh yang baik
9)      Hindari penekanan yang berlebihan pada permukaan poplitea, untuk mencegah gangguan pada nervus dan pembuluh darah disekitar area tersebut
10)  Gunakan bantuan untuk mempertahankan postur tubuh.
(A. Azis Alimul Hidayat, 2012:122).

2.      Tinjauan Posisi Semi Fowler
a.       Pengertian
Posisi semi fowler adalah posisi setengah duduk dimana bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan setinggi 300–450.
Posisi semi fowler adalah posisi setengah duduk dimana bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan.
(Yulia Suparmi, 2010:25).
b.      Tujuan
Tujuan pemberian posisi fowler adalah :
1)      Membantu mengatasi masalah kesulitan pernapsan dan kardiovaskular
2)      Membantu melakukan aktivitas tertentu
3)      Memberikan kenyamanan. (Yulia Suparmi, 2010:24).
c.       Persiapan alat dan bahan
1)      Tempat tidur
2)      Bantal kecil
3)      Gulungan handuk
4)      Footboard (Bantalan kaki)
5)      Sarung tangan (bila diperlukan).
(A. Azis Alimul Hidayat, 2012:122).
d.      Prosedur kerja
1)      Jelaskan tindakan yang akan dilakukan, mengurangi kecemasan pasien.
2)      Cuci tangan dan gunakan sarung tangan bila perlu, menurunkan transmisi mikroorganisme.
3)      Siapkan semua alat dan bahan yang dibutuhkan di samping pasien
4)      Tinggikan kepala tempat tidur dengan sudut 300 – 450 sesuai kebutuhan
5)      Topangkan kepala diatas tempat tidur atau bantal kecil
6)      Gunakan bantal untuk menyokong lengan dan tangan bila pasien tidak dapat mengontrolnya secara sadar atau tidak dapat menggunakan tangan dan lengan
7)      Tempatkan bantal tipis di punggung bawah
8)      Tempatkan bantal kecil atau gulungan handuk di bawah paha
9)      Tempatkan bantal kecil atau gulungan handuk di bawah pergelangan kaki
10)  Tempatkan papan kaki di dasar telapak kaki pasien
11)  Turunkan tempat tidur
12)  Observasi posisi kesejajaran tubuh, tingkat kenyamanan dan titik potensi tekanan
13)  Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
14)  Rapikan pasien dan bereskan alat-alat
15)  Catat prosedur termasuk : posisi yang ditetapkan, kondisi kulit, gerakan sendi, kemampuan pasien membantu bergerak dan kenyamanan pasien.(Yulia Suparmi, 2010:25).

e.       Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian posisi semi fowler
1)      Kasur pas untuk postur tubuh, tidak terlalu keras lembut dan dapat menyokong postural body curvature
2)      Menjamin postur tubuh tetap baik, cegah stress pada otot dan persendian
3)      Perubahan posisi perlu diperhatikan dalam 24 jam
4)      Memberi sokongan pada daerah-daerah yang tertekan
5)      Pastikan dasar tempat tidur bersih, kering dan tidak licin
6)      Pastikan ekstremitas dapat bergerak bebas
7)      Usahakan siku, lutut, panggul sedikit fleksi untuk mempertahankan postur tubuh yang baik
8)      Sokongan terhadap natural curva tubuh yang baik Hindari penekanan yang berlebihan pada permukaan poplitea, untuk mencegah gangguan pada nervus dan pembuluh darah disekitar area tersebut.(A. Azis Alimul Hidayat, 2012:122-123)..
C.    Kerangka Konsep
Variabel Independent                                           Variabel Dependent
Posisi Fowler
Posisi Semi Fowler
Penurunan Sesak Napas Pada Pasien Asma Bronchial
 






Keterangan :
= Variabel Independent         
= Variabel Dependent
                                                = Variabel Di Teliti
D.    Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

Defenisi operasional variabel yang diteliti adalah :

1.      Pemberian posisi fowler Adalah suatu tindakan keperawatan yang dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan atau mengurangi sesak napas pada pasien asma bronchial, dimana posisi tempat tidur bagian kepala dan dada dinaikkan setinggi 450–600.(A. Azis Alimul Hidayat, 2012:54)
Kriteria objektif
Sesak Napas                            : Jika ≥ 3 gejala yang didapatkan
Sesak Napas Menurun             : Jika ≤ 2 gejala yang didapatkan
2.      Pemberian posisi semi fowler Adalah suatu tindakan keperawatan yang dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan atau mengurangi sesak napas pada pasien asma bronchial, dimana posisi tempat tidur bagian kepala dan dada dinaikkan setinggi 300– 450.(Yulia Suparmi dkk, 2010:46)
Kriteria objektif
Sesak Napas                            : Jika ≥ 3 gejala yang didapatkan
Sesak Napas Menurun                        : Jika ≤ 2 gejala yang didapatkan
3.      Sesak Napas Adalah bila ditemukan dua atau lebih tanda sesak napas yaitu: rasa tidak nyaman, nyeri dada, kesulitan bernapas, berkeringat dingin dan gelisah.
Kriteria objektif :
Sesak Napas                            : Jika ≥ 3 gejala yang didapatkan
Sesak Napas Menurun             : Jika ≤ 2 gejala yang didapatkan




























BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Jenis dan Metode Penelitian
Bentuk penelitian yang digunakan peneliti adalah eksperimen, dimana peneliti melakukan kegiatan percobaan yang bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent kemudian hasil dari tindakan yang telah dilakukan dibandingkan dengan kelompok yang tidak dikenakan perlakuan.
Rancangan eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan One Group Pretest Posttest. Rancangan ini tidak ada kelompok pembanding (kontrol), tetapi paling tidak sudah dilakukan observasi pertama (Pretest) yang memungkinkan menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen (program). Bentuk rancangan ini adalah sebagai berikut.
01                    X (a)                02
01                    X (b)                02
                                   
                                                                Pretest        Perlakuan          Posttest  
R (Kel. Eksperimen a)                            
R (Kel. Eksperimen b)
Keterangan :
a   : Posisi Fowler
b  : Posisi Semi Fowler
01        : Sebelum Pemberian Posisi
02       
29
: Setelah Pemberian Posisi
Melalui metode penelitian ini setelah dilakukan uji Statistik (uji Wilcoxon dan uji Mann-Whitney U) diharapkan dapat mengetahui ada tidaknya perbedaan pengaruh antara pemberian posisi fowler dan semi fowler terhadap penurunan sesak napas pada pasien Asma Bronchiale
B.     Populasi dan Sampel
1.      Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : objek / subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi jumlah populasi pada tahun 2013 sebanyak 220 orang.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien asma bronchiale yang dirawat inap yang berada di bagian interna dan diobservasi bagi pasien yang mengalami sesak napas.
2.      Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Dengan jumlah sampel sebanyak 20 orang
Penelitian ini menggunakan Accidental sampling merupakan metode pengambilan sampel dengan memilih subjek yang kebetulan ada atau dijumpai pada saat melakukan penelitian
a.       Kriteria Inklusi :
1)        Pasien yang bersedia untuk diteliti
2)        Pasien yang mengalami sesak napas
3)        Pasien yang sadar
4)        Pasien yang rawat inap
b.      Kriteria Eksklusi :  
1)        Pasien yang tidak bersedia diteliti
2)        Pasien yang tidak mengalami sesak napas
3)        Pasien yang tidak sadar
4)        Pasien yang rawat jalan
C.    Lokasi dan Waktu Penelitian
1.      Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan  di ruangan baji pamai 1 dan 2 di RSUD Labuang Baji Makassar.
2.      Waktu Penelitian
Waktu penelitian dimulai pada bulan April dan berakhir pada bulan Mei tahun 2014
D.    Cara Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data dikumpulkan dengan menggunakan teknik observasi eksperimental dengan pemberian posisi fowler dan semi fowler dan disusun dengan mengacu pada uraian pada definisi operasional variabel penelitian.
E.     Langkah Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara manual (dengan mengisi lembar observasi pengamatan), selanjutnya menggunakan bantuan program SPSS versi,16,0 for Windows dengan urutan sebagai berikut :
1.      Editing
Setelah lembar observasi diisi kemudian dikumpulkan dalam bentuk data, data tersebut dilakukan pengecekan dan memeriksa kelengkapan data, kesinambungan data dan memeriksa keseragaman data.
2.      Koding
Untuk memudahkan pengolahan data, semua data/jawaban disederhanakan dengan memberikan symbol untuk setiap jawaban.
3.      Tabulasi
Data dikelompokkan ke dalam suatu tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki kemudian data dianalisa secara statistik.
4.      Analisa Data
a.       Univariat
Analisa univariat dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil penelitian yang menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel yang diteliti
b.      Bivariat
Untuk melihat pengaruh dari tiap variabel dengan uji statistic yaitu Uji Wilcoxon dan Uji Mann-Whitney U dengan tingkat kemaknaan α =0,05.
F.     Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya rekomendasi dari pihak institusi atas pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada instansi tempat penelitian dalam hal ini RSUD Labuang Baji Makassar. Setelah mendapat persetujuan, selanjutnya dilakukan penelitian dengan menekankan masalah etika penelitian yang meliputi:
1.    Informed Consent
Informasi bertujuan setelah mendapat informasi secara jelas dan menandatangani formulir yang disediakan bila subjek menerima untuk dilakukan penelitian dan bila subjek menolak, peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati haknya, lembar persetujuan diberikan saat melakukan pengumpulan data.
2.    Anonimity (Tanpa Nama)
Untuk menjaga kerahasiaan indentitas subjek, peneliti tidak akan mengutamakan nama subjek pada lembar pengumpulan data yang diisi subjek, tetapi lembar tersebut hanya diberi kode tertentu
3.    Confidentiality (kerahasian)
Kerahasiaan informasi dari responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian

Iwansyah
Iwansyah Seorang Penulis Pemula Yang Mengasah Diri Untuk Menjadi Lebih Baik

Post a Comment for "Study Perbandingan Pengaruh Posisi Fowler Dan Semi Fowler Terhadap Penurunan Sesak Napas Pada Pasien Asma Bronchiale "