TREND
DAN ISSUE KEPERAWATAN
PELAKSANAAN
KOLABORASI PERAWAT – DOKTER
Kolaborasi
merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu hubungan
kerja sama yang dilakukan pihak tertentu. Sekian banyak pengertian dikemukakan
dengan sudut pandang beragam namun didasari prinsip yang sama yaitu mengenai
kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung
gugat. Namun demikian kolaborasi sulit didefinisikan untuk menggambarkan apa yang sebenarnya yang menjadi esensi dari
kegiatan ini. Seperti yang dikemukakan National Joint Practice Commision (1977)
yang dikutip Siegler dan Whitney (2000) bahwa tidak ada definisi yang mampu
menjelaskan sekian ragam variasi dan kompleknya kolaborasi dalam kontek
perawatan kesehatan.
Berdasarkan
kamus Heritage Amerika (2000), kolaborasi adalah bekerja bersama khususnya
dalam usaha penggambungkan pemikiran. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikemukanan oleh Gray (1989) menggambarkan bahwa kolaborasi sebagai suatu
proses berfikir dimana pihak yang terklibat memandang aspek-aspek perbedaan
dari suatu masalah serta menemukan solusi dari perbedaan tersebut dan
keterbatasan padangan mereka terhadap apa yang dapat dilakukan.
American
Medical Assosiation (AMA), 1994, setelah
melalui diskusi dan negosiasi yang panjang dalam kesepakatan hubungan
professional dokter dan perawat,
mendefinisikan istilah kolaborasi sebagai berikut ; Kolaborasi adalah
proses dimana dokter dan perawat merencanakan dan praktek bersama sebagai
kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup praktek
mereka dengan berbagi nilai-nilai dan saling mengakui dan menghargai terhadap
setiap orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat.
Apapun
bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide
yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator. Efektifitas hubungan
kolaborasi profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau
ketidaksetujuan yang dicapai dalam interaksi tersebut. Partnership kolaborasi
merupakan usaha yang baik sebab mereka menghasilkan outcome yang lebih baik
bagi pasien dalam mecapai upaya
penyembuhan dan memperbaiki kualitas hidup.
Kolaborasi
merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan yang direncanakan
dan menjadi tanggung jawab bersama untuk
merawat pasien. Bekerja bersama dalam kesetaraan adalah esensi dasar dari
kolaborasi yang kita gunakan untuk menggambarkan hubungan perawat dan dokter. Tentunya ada konsekweksi di balik issue
kesetaraan yang dimaksud. Kesetaraan kemungkinan dapat terwujud jika individu yang terlibat merasa dihargai serta terlibat secara fisik dan intelektual saat
memberikan bantuan kepada pasien. Pertanyaannya apakah kolaborasi dokter dan
perawat telah terjadi dengan semestinya?
Trend dan
Issue yang Terjadi
Hubungan perawat-dokter
adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah cukup lama dikenal ketika
memberikan bantuan kepada pasien. Perspektif yang berbeda dalam memandang
pasien, dalam prakteknya menyebabkan
munculnya hambatan-hambatan teknik dalam melakukan proses kolaborasi. Kendala
psikologis keilmuan dan individual, factor sosial, serta budaya menempatkan
kedua profesi ini memunculkan kebutuhan akan upaya kolaborasi yang dapat
menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat kepentingan pasien.
Berbagai penelitian
menunjukan bahwa banyak aspek positif yang dapat timbul jika hubungan
kolaborasi dokter-perawat berlangsung baik. American Nurses Credentialing
Center (ANCC) melakukan risetnya pada 14 rumah sakit melaporkan bahwa hubungan
dokter-perawat bukan hanya mungkin dilakukan, tetapi juga berdampak langsung
pada hasil yang dialami pasien (Kramer dan Schamalenberg, 2003). Terdapat
hubungan korelasi positif antara kualitas hubungan dokter-perawat dengan
kualitas hasil yang didapatkan pasien.
Hambatan kolaborasi dokter
dan perawat sering dijumpai pada tingkat profesional dan institusional.
Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi sumber utama ketidaksesuaian yang membatasi
pendirian profesional dalam aplikasi kolaborasi. Dokter cenderung pria, dari
tingkat ekonomi lebih tinggi dan biasanya fisik lebih besar dibanding perawat,
sehingga iklim dan kondisi sosial masih medukung dominasi dokter. Inti
sesungguhnya dari konflik perawat dan dokter terletak pada perbedaan sikap
profesional mereka terhadap pasien dan cara berkomunikasi diantara keduanya.
Dari hasil
observasi penulis di rumah sakit nampaknya perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan belum dapat melaksanakan fungsi kolaborasi khususnya dengan dokter.
Perawat bekerja memberikan pelayanan kepada pasien hanya berdasarkan intruksi
medis yang juga didokumentasikan secara baik,
sementara dokumentasi asuhan keperawatan yang meliputi proses
keperawatan tidak ada. Disamping itu hasil wawancara penulis dengan beberapa
perawat rumah sakit pemerintah dan swasta, mereka menyatakan bahwa banyak
kendala yang dihadapi dalam melaksanakan kolaborasi, diantaranya pandangan
dokter yang selalu menganggap bahwa
perawat merupakan tenaga vokasional, perawat sebagai asistennya, serta kebijakan rumah
sakit yang kurang mendukung.
Isu-isu tersebut jika tidak ditanggapi dengan benar dan
proporsional dikhawatirkan dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien
dan masyarakat yang membutuhkan jasa pelayanan kesehatan, serta menghambat
upaya pengembangan dari keperawatan sebagai profesi.
Pemahaman
kolaborasi
Pemahaman mengenai prinsip
kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar jika hanya dipandang dari hasilnya
saja. Pembahasan bagaimana proses kolaborasi itu terjadi justru menjadi point penting
yang harus disikapi. Bagaimana masing-masing profesi memandang arti kolaborasi
harus dipahami oleh kedua belah pihak sehingga dapat diperoleh persepsi yang
sama.
Seorang dokter saat
menghadapi pasien pada umumnya berfikir, ” apa diagnosa pasien ini dan
perawatan apa yang dibutuhkannya” pola pemikiran seperti ini sudah terbentuk
sejak awal proses pendidikannya. Sulit dijelaskan secara tepat bagaimana
pembentukan pola berfikir seperti itu apalagi kurikulum kedokteran terus
berkembang. Mereka juga diperkenalkan dengan lingkungan klinis dibina dalam
masalah etika, pencatatan riwayat medis, pemeriksaan fisik serta hubungan
dokter dan pasien. mahasiswa kedokteran pra-klinis sering terlibat langsung
dalam aspek psikososial perawatan pasien melalui kegiatan tertentu seperti
gabungan bimbingan – pasien. Selama periode tersebut hampir tidak ada kontak
formal dengan para perawat, pekerja sosial atau profesional kesehatan lain.
Sebagai praktisi memang mereka berbagi lingkungan kerja dengan para perawat
tetapi mereka tidak dididik untuk menanggapinya sebagai rekanan/sejawat/kolega.
(Siegler dan Whitney, 2000)
Dilain pihak seorang perawat
akan berfikir; apa masalah pasien ini? Bagaimana pasien menanganinya?, bantuan
apa yang dibutuhkannya? Dan apa yang dapat diberikan kepada pasien?. Perawat
dididik untuk mampu menilai status kesehatan pasien, merencanakan intervensi,
melaksanakan rencana, mengevaluasi hasil dan menilai kembali sesuai kebutuhan.
Para pendidik menyebutnya sebagai proses keperawatan. Inilah yang dijadikan
dasar argumentasi bahwa profesi keperawatan didasari oleh disiplin ilmu yang
membantu individu sakit atau sehat dalam menjalankan kegiatan yang mendukung
kesehatan atau pemulihan sehingga pasien bisa mandiri.
Sejak awal perawat dididik
mengenal perannya dan berinteraksi dengan pasien. Praktek keperawatan
menggabungkan teori dan penelitian perawatan dalam praktek rumah sakat dan
praktek pelayanan kesehatan masyarakat. Para pelajar bekerja diunit perawatan
pasien bersama staf perawatan untuk belajar merawat, menjalankan prosedur dan
menginternalisasi peran.
Kolaborasi merupakan proses
komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan yang direncanakan yang disengaja,
dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien. Kadangkala itu terjadi
dalam hubungan yang lama antara tenaga profesional kesehatan. (Lindeke dan
Sieckert, 2005).
Kolaborasi adalah
suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat klinik bekerja dengan
dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup praktek profesional
keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi sebagai pemberi petunjuk
pengembangan kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh peraturan suatu
negara dimana pelayanan diberikan. Perawat dan dokter merencanakan dan
mempraktekan bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam
batas-batas lingkup praktek dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta
respek terhadap orang lain yang berkontribusi terhadap perawatan individu,
keluarga dan masyarakat.
Anggota Tim interdisiplin
Tim pelayanan kesehatan
interdisiplin merupakan sekolompok profesional yang mempunyai aturan yang
jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian. Tim akan berfungsi baik jika terjadi
adanya konstribusi dari anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan
terbaik. Anggota tim kesehatan meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi,
pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim
kolaborasi hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung jawab dan
saling menghargai antar sesama anggota tim.
Pasien secara integral adalah
anggota tim yang penting. Partisipasi pasien dalam pengambilan keputusan akan
menambah kemungkinan suatu rencana menjadi efektif. Tercapainya tujuan
kesehatan pasien yang optimal hanya dapat dicapai jika pasien sebagai pusat
anggota tim.
Perawat sebagai anggota
membawa persfektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat memfasilitasi dan
membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek profesi
kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi
pelayanan kesehatan.
Dokter memiliki peran utama
dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah penyakit. Pada situasi ini dokter
menggunakan modalitas pengobatan seperti pemberian obat dan pembedahan. Mereka
sering berkonsultasi dengan anggota tim lainnya sebagaimana membuat referal
pemberian pengobatan.
Kolaborasi menyatakan bahwa
anggota tim kesehatan harus bekerja dengan kompak dalam mencapai tujuan. Elemen
penting untuk mencapai kolaborasi yang efektif meliputi kerjasama, asertifitas,
tanggung jawab, komunikasi, otonomi dan kordinasi
Kerjasama adalah menghargai
pendapat orang lain dan bersedia untuk memeriksa beberapa alternatif pendapat
dan perubahan kepercayaan. Asertifitas penting ketika individu dalam tim
mendukung pendapat mereka dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa
pendapatnya benar-benar didengar dan konsensus untuk dicapai. Tanggung jawab,
mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus dan harus
terlibat dalam pelaksanaannya. Komunikasi artinya bahwa setiap anggota
bertanggung jawab untuk membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan
issu yang relevan untuk membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup kemandirian
anggota tim dalam batas kompetensinya. Kordinasi adalah efisiensi organisasi
yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang
yang berkualifikasi dalam menyelesaikan permasalahan.
Kolaborasi didasarkan pada
konsep tujuan umum, konstribusi praktisi profesional, kolegalitas, komunikasi
dan praktek yang difokuskan kepada pasien. Kolegalitas menekankan pada saling
menghargai, dan pendekatan profesional untuk masalah-masalah dalam team dari
pada menyalahkan seseorang atau atau menghindari tangung jawab. Hensen menyarankan
konsep dengan arti yang sama :
mutualitas dimana dia mengartikan sebagai suatu hubungan yang memfasilitasi
suatu proses dinamis antara orang-orang
ditandai oleh keinginan maju untuk mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota.
Kepercayaan adalah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa pecaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi
ancaman, menghindar dari tanggung jawab, terganggunya komunikasi . Otonomi akan
ditekan dan koordinasi tidak akan terjadi.
Elemen kunci kolaborasi dalam
kerja sama team multidisipliner dapat digunakan untuk mencapai tujuan kolaborasi team :
- Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian unik profesional.
- Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
- Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
- Meningkatnya kohesifitas antar profesional
- Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,
- Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami orang lain.
Berkaitan
dengan issue kolaborasi dan soal menjalin kerja sama kemitraan dengan dokter,
perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari vokasional menjadi
profesional. Status yuridis seiring perubahan perawat dari
perpanjangan tangan dokter menjadi mitra dokter sangat kompleks. Tanggung jawab
hukum juga akan terpisah untuk masing-masing kesalahan atau kelalaian. Yaitu,
malpraktik medis, dan malpraktik keperawatan. Perlu ada kejelasan dari
pemerintah maupun para pihak terkait mengenai tanggung jawab hukum dari
perawat, dokter maupun rumah sakit. Organisasi profesi perawat juga harus
berbenah dan memperluas struktur organisasi agar dapat mengantisipasi perubahan.
Pertemuan profesional dokter-perawat dalam situasi nyata lebih banyak terjadi dalam
lingkungan rumah sakit. Pihak manajemen rumah sakit dapat menjadi fasilitator
demi terjalinnyanya hubungan kolaborasi seperti dengan menerapkan sistem atau
kebijakan yang mengatur interaksi diantara berbagai profesi kesehatan. Pencatatan
terpadu data kesehatan pasien, ronde bersama, dan pengembangan tingkat
pendidikan perawat dapat juga dijadikan strategi untuk mencapai tujuan
tersebut.
Ronde bersama yang dimaksud
adalah kegiatan visite bersama antara dokter-perawat dan mahasiswa perawat
maupun mahasiswa kedokteran, dengan tujuan mengevaluasi pelayanan kesehatan
yang telah dilakukan kepada pasien. Dokter dan perawat saling bertukar
informasi untuk mengatasi permasalahan pasien secara efektif. Kegiatan ini juga
merupakan sebagai satu upaya untuk menanamkan sejak dini pentingnya kolaborasi
bagi kemajuan proses penyembuhan pasien. Kegiatan ronde bersama dapat
ditindaklanjuti dengan pertemuan berkala untuk membahas kasus-kasus tertentu sehingga terjadi
trasnfer pengetahuan diantara anggota
tim.
Komunikasi dibutuhkan untuk
mewujudkan kolaborasi yang efektif, hal tersebut perlu ditunjang oleh sarana
komunikasi yang dapat menyatukan data kesehatan pasien secara komfrenhensif
sehingga menjadi sumber informasi bagi semua anggota team dalam pengambilan
keputusan. Oleh karena itu perlu dikembangkan catatan status kesehatan pasien
yang memungkinkan komunikasi dokter dan perawat terjadi secara efektif.
Pendidikan perawat perlu terus
ditingkatkan untuk meminimalkan kesenjangan profesional dengan dokter melalui
pendidikan berkelanjutan. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan dapat
dilakukan melalui pendidikan formal sampai kejenjang spesialis atau minimal
melalui pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan keahlian perawat
Untuk mencapai pelayanan yang
efektif maka perawat, dokter dan tim kesehatan harus berkolaborasi satu dengan
yang lainnya. Tidak ada kelompok yang dapat menyatakan lebih berkuasa diatas
yang lainnya. Masing-masing profesi memiliki kompetensi profesional yang
berbeda sehingga ketika digabungkan dapat menjadi kekuatan untuk mencapai
tujuan yang diharapkan. Banyaknya faktor yang berpengaruh seperti kerjasama,
sikap saling menerima, berbagi tanggung jawab, komunikasi efektif sangat
menentukan bagaimana suatu tim berfungsi. Kolaborasi yang efektif antara
anggota tim kesehatan memfasilitasi terselenggaranya pelayanan pasien yang
berkualitas.
DAFTAR REFERENSI
- Berger, J. Karen and Williams. 1999. Fundamental Of Nursing; Collaborating for Optimal Health, Second Editions. Apleton and Lange. Prenticehall. USA
- Dochterman , Joanne McCloskey PhD, RN, FAAN. 2001 Current Issue in Nursing. 6th Editian . Mosby Inc.USA
- Siegler, Eugenia L, MD and Whitney Fay W, PhD, RN., FAAN , alih bahasa Indraty Secillia, 2000. Kolaborasi Perawat-Dokter ; Perawatan Orang Dewasa dan Lansia, EGC. Jakarta
- www. Nursingworld. 1998.: Collaborations and Independent Practice: Ongoing Issues for Nursing. Diakses pada tanggal 12 Maret 2007
- www. Kompas.com/kompas-cetak/ 2001. Diskusi Era Baru: Perawat Ingin Jadi Mitra Dokter. Diakses pada tanggal 20 Maret 2007
- www.pikiran-rakyat.com/cetak. 2002 : Hak dan Kewajiban Rumah Sakit. Diakses pada tanggal 20 Maret 2007
- www. nursingworld. Sieckert. 2005 Nursing - Physician workplace Collaboration. Diakses pada tanggal 12 Maret 2007
- www.nursingworld. Canon. 2005. New Horizons for Collaborative Partnership. Diakses pada tanggal 12 Maret 2007
- www. Nursingworld. Gardner. 2005. Ten Lessons in Collaboration. Diakses pada tanggal 12 Maret 2007
Post a Comment for "Trend dan Issue Keperawatan: Pelaksanaan Kolaborasi Perawat – Dokter "